METODOLOGI TAFSIR DAN HERMENEUTIKA DALAM INTERPRETASI AL QU`RAN
prolog
Berkembangnya wacana kekinian semakin ramai di Indonesia, terutama di dunia Kampus khususya di perguruan tinggi Islam yang semakin hari tidak menunjukkan kepribadiannya yang sejati. Salah satu dari wacana pemikiran yang diusung adalah wacan “hermeneutika” yang dianggapnya sebagai suatu yang relevan dengan kondosi zaman serta memenuhi kebutuhan manusia, yang menggantikan otoritas tafsir klasik yang dianggapnya ketinggalan zaman dan stagnan.
Munculnya buku “Fiqh Lintas Agama” yang menghalalkan pernikahan dengan non-muslim. Kemudian terbitnya Buku “Indahnya Perkawinan Sesama Jenis” yang menghalalkan homoseksual. Serta mendukung terbitnya buku “Tuhan Ijinkan Aku Jadi Pelacur”, dan “majalah Play Boy”. Diiringi dengan artikel bahkan disertasi doktoral yang menghatam otentisitas Syariat Islam. Kemudian muncul paham, pluralisme agama, sekularisme, inklusivisme, liberalisme adalah buah hasil dari hermeneutika Al Quran.
Sebelum kita membahas lebih lanjut, alngkah baiknya terlebih dahulu kita memahami apa yang di maksud dengan ‘hermeneutika’, kemudian sejarah munculnya hermeneutika dan tujuan daran dari hermeneutika itu sendiri. Sehingga jelas nantinya resistensi antara metodologi tafsir versus hermeneutika.
Memahami histori Hermeneutika
Hermeneuitika secara etimologi meminjam dari perkataan inggris hermeneutics yang berasal dari bahasa Greek Hermeneutikos atau hermeneuien yang bermakna ‘tafsir’ Atau ‘menafsirkan’ yang umumnya digunakan dalam menafsirkan teks Sakral (matan Muqoddasah atau suci). Dan secara terminology, hermeneutika (hermeneutics) bermakan “di dalam apa Yang tersirat (in the verbum interius)” atau “terkandung dalam Makna yang tersirat (inner speech)” sebab seorang tidak dapat mengatakan semuanya, dan seseorang tidak dapat mengekspresikan segala sesuati (semua) yang ada di dalam otaknya, sehingga memerlukan interpretasi atasnya. Memahami dan menginterpretasikan apa yang ada dalam otak dan pikiran seseorang, itulah yang disebut ‘Hermeneutika’ (mengungkap makna yang tersirat). Atau dalam definisi umumnya adalah, suatu teori atu filsafat tentang interpretasi makna (Hermeneutics as method, philosophy and critique), juga bermana sebagai ‘seni menafsirkan’ (the art of interpretation).
Adapun sejarah awal munculnya hermeneutika disebabkan karena karena banyanyaknya problem yang muncul dalam bible yang menjadi kitab pegangan Kristen dan Yahudi, tapi memiliki pemahaman yang berbeda dalam meyikapi fakta yang sama.
Problema Bible ini mulai dari wilayah teologi yang diajarkan kepada ummatnya, kemudian problema teks bible itu sendiri, apakah ia benar perkataan Tuhan? Dan siapa yang menulis Bible (Who wrote the Bible) dan awal penulisanya dalam Bahasa apa? Serta realitas interaksi bible dengan perkembangan sains yang juga menjadi permasalahan bagi masyarakat eropa saat itu. Dengan permasalahan yang rumit ini, masyarakat barat melakukan dekontruksi teks bible dengan metode hermeneutika. Jadi teks bible yang tidak sesuai dengan kebutuha manusia di buang dan melakukan interpretasi ulang tentangnya, sehingga sesuai dengan keperluan zaman dan manusia.
Dan adapun tujuan dari hermeneutika adalah untuk menemuksn kebenara-kebenaran dan nilai-nilai dalam bible.
Dalam melakukan interpretsi teks, hermeneutika lebih cendrung. pertama, hermeneutika menghendaki dan bahkan ‘cendrung curiga’. Sebuah teks bagi seorang hermeneut, tidak bisa lepas dar kepentingan-kepentingan tertentu, baik dari si pembuat teks, atau kondisi masyarakat ketika teks itu dibuat. Kedua, hermeneutika cendrung memandang bahwa teks sebagai produk budaya (manusia), dan abai dalam hal-hal yang bentuknya transenden (ilahiyyah). Ketiga, hermeneutika sangat plural, karena kebenaran tafsir menjadi sangat relative, yang pda giliranya repot untuk diterapkan.
Metode hermeneutika ini sebenarnya sesuatu yang lumrah dalam kajian-kajian seperti, filsafat, sejarah, filologi, hanya menjadi bermasalah ketika ia dihadapkan dengan teks Al Quran, bahkan dicanangkan untuka mengganti tafsir. Hal ini tidak lain karena Alquaran sebagaiman jamak dipahami adalh wahyu Tuhan yang lafazdnya dan makna seluruhnya berasal dari Allah Swt. Dalam bingkai hermeneutika, al quran tidak mungkin dipandang sebagai wahyu Tuhan lafazd dan maknanya sebagaimana yang dipahami oleh seluruh Ummat Islam
Analisa Sejarah tafsir
Ilmu tafsir adalah ilmu yang sangat penting dalam memahami isi kandungan Alquran, karena itu para ulama meletakkan ilmu tafsir adalah salah satu asas fakultas ilmu-ilmu untuk memahami ayat-ayat Allah, yang perlu penjelasan agar dapat dipahami oleh Manusia.
Secara etimologi, Tafsir bermakna, menerangkan, membuka. Menerangkan maksud sebuah permasalahan. Dan didalam Lisanul Arab, tafsir bermakna penjelasan. Terdapat dalam surat Al furqon ayat 33. (tdaklah dating orang-orang kafir itu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami dating kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya)
Secara terminologyi para ulama memiliki hazanah definisi tentangnya, seperti menurut; Syehk Azarkasyi,didalam Burhan. Tafsir adalah : ilmu untuk mengetahui pemahaman terhadap kitab Allah yang diturunkan kepada Nabinya, yang menjelaskan makna-maknaNya, serta mengeluarkan Hukum-hukumnya. Dan itu semua bersandarkan kepada ilmu Bahasa, seperti Ilmu Nahwu, Shorf, Ilmu Bayan, usul Fiqh, qiraat, mengetahui sebab turunnya Ayat (asbab Nuzul) Nasekh dan Mansukh.
Syekh As suyuti di dalam Ithqon menulis, seperti yang di definisikan oleh Asybahani denngan perkataanya, ketahuilah bahwa ilmu tafsir menurut para ulama` adalah membongkar makna-makna Al Quran dan menjelaskan makna umum dari permasalahan, dari sis lafaz dan realitas teks.
Dalam sejarah awal tafsir dimana Rasulullah adalah sebagai penafsir (intrepretator) dari Ayat Allah Swt, yang belum dipahami oleh ummatnya yang membutuhkan penjelasan sehingga apa yang dimaksudkan oleh Allah Swt didalam teks dapat difahami secara secara benar. Kemudian para pengusung hermaneuitika, menyamakan tafsir dengan herkemuitika, karena hermeneutika diasosiasikan kepada Hermes, seorang utusan dewa. Dalam mitologi yunani kuno ia adalah bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewa yang masih samara-samar kedalam bahasa yang dipahami oleh manusia.
Padahal sangat jauh utnuk disamakan antara antar tafsir dan hermaneutika, pertama, karean akar sejarahnya berbeda, dimana teks hermeneutika beumber dari perkataan atau pesan dari dewa, sedangkan Alquran adalah perkataan Allah Swt. Jadi tidak mungkin disamakan akan antara kepala ayam dengan kepala manusia, walaupun namanya sama-sama kepala. Kedua, munculnya hermenuitika di dunia barat kerena keraguan mereka tentang bible, sehingga terjadi kontroversi antara Yahudi dan krinten dalam mehami fakta yang sama. Dan dalan sejarah tafsir, tidak ada permasalahan tenang teks Alquran, yang mengatakan bahwa sebagaian dari teks alquraan adalah bukan perkataan Allah Swt, adapun ayang mengatakan seperti hanya itu para orientalis Barat, bukan Mufassirun. Ketiga, didalam bible memiliki problema teologi, dimana orang Kristen mengakui bahwa yesus adalah juru selamat sedang yahudi tidak mengakui bahwa yesus sebagai juru selamat, sedangkan didalam Tafsir, masalah ketuhanan Allah Swt tidak dipermasalahkan, Artinya, teks Al Quran yang mengatakan bahwa Allah adalah sebagai Tuhan tidak di dekonruksi. Atau kata “Allah” di dalam Alquran di tafsirkan sebagai imajinasi manusia. Seperti para penyokong Post-Modernisme mengatakan demikian. keempat, bible mengalami problema siapa yang menulis bible itu sendiri (who wrote the bible) dan awal penulisannya dalam bahasa apa, sehingga menimbulakan keraguan dalam kalangan Kristen dan yahudi terhadap bible itu sendiri. Kemudian Mulai meragukan kebenaran teks bible, dan melakukan kritik histories terhadap bible. Sedang pembahasan tafsir tidak mempaermasalahkan tentang asal muasal teks Al Quran, karena memang sudah jelas dan wajib diyakini bahwa ia datangnya dari Allah Swt, dan adapun penulisan ayat-ayat (teks) Al quran sudah dimulai pada zaman Rasulullah. Kelima, problem bible dengan sains, dimana bible dianggapnya tidak meyokong perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga Gallileo Galilie dihukum mati karena penemuan ilmiyahnya, bahwa bumi itu Bulat (helleosentris) kerena tidak sesuai dengan keyakinan gereja bahwa bumi itu segi empat.
Sedang alquaran, tidak menentang perkembangan sain dan akjian ilmiyah, bahkan Al Quran menganjurkan untuk berilmu pengetehuan, bertekhnolgy,. Dan dalam tataran aplikasinya justru Islam mengalami masa keemasan dan kejayaan (the golden Age of islam) dengan multi-fakultas ilmu
Kemudian dalam perkembangannya, tafsir di lakukan oleh para sahabat dan para tabi`in dan tabi`u tabiin hingga hari ini, sehingga bolehlah kita klasifikasi tafsir itu kepada tiga motede; pertama : metodologi tafsir bil Ma`stur, atau metode tafsir dangan riwayat. Yaitu teks Al Quran ditafsirkan dengan teks AL Quran, teks Al quaran di tafsirkan dengan Hadist Sohih, teks alquarn di tafsirkan dengan teks Al Quran yang bersumber dari kebenaran para Sahaban, teks AlQuaran di tafsirkan denga teks Alquran yang bersumber kebenaranya dari Tabiin. Kedua, metodologi tafsir bi El ra`yi, dengan metode Analisis berdasarkan ilmu pengetahuan dan ijtihad. Dan dalam melakukan tefsir ijtihad ini pra ulama bersepakat, bagi penafsir harus memiliki ilmu mapan untuk memahami teks Al quaran, seperti ilmu Bahasa (lugoh), Nahwu, sorf, Alisytiqoq, ilmu Qiraat (motede membaca), ilmu Usluddin, Fiqh, sejarah, Nasekh dan Mansukh, ilmu Mauhibah (ilham), ilmu tentang sejarah Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Dan perlu di ketahui bahwa yang dimaksud dengan Ra`yu atau ijtihad disisn adalah Ra`yu atau ijtida yang baik (ra`yul mahmuu). Dan sandaran dasar sebelum melakuakan ijtihad Tafsir, mestilah kembali dulu kepada teks Al quran itu sendiri, mengumpulkan teks-teks (ayat-ayat) Alquran yang berhubungan dengan teks yang kita ingin tafsirkan secara ijtihad. Kemudian melihat hadist Rasulullah yang berkaitan dengan teks Alquran tersebut, dan menimbang perkataan dan menurut para sahabat tentang teks Al quran tersebut, serta dalam melakukan tafsir ijtidanya tidak menyalahi syariat yang telah di tetapkan Allah swt atau menyalahi teks itu sendiri. Ketiga. Motodologi tafsir Bil Isyari, tafsir berdasarkan kekuatan instingk, memahami maksud dibalik teks kemudian menyesuikannya dengn maksud teks yang zohir, biasanya ini dilakukan oleh kalangan sufi. Imam Ghazali mengatakan bahwa metode tafsir ini (tafsir al-Isyari) tidak bisa di lakukan kecuali orang benar-benar mendekat dirinya kepada Allah Swt secara total, sehingga Allah Swt, Membuka Pintu Hatinya untuk mengetahui sagala rahasia Allah Swt yang tersirat. Dan imam Al Azrqoni di dalam Manahilul Irfan memberikan lima syrat melakukan tafsir Isyary, 1. tidak menyalahi mana zhohir dari teks Al quran. 2. tidak melepaskan serta merta maksud zohir dari teks, hanya mengandalkan instingnya sendiri. 3. tidak terlalu jauh menyelweng dari tafsir yang di buat, atau menyealahi kaidah bahasa yang sudah jelas maknya. 4. tidak bertentangan dengan syariat dan logika manusia. 5. memiliki dalil syar`i untuk menguatkanya.
Epilog
Secara gamblang dapatlah mungkin disimpulkan bahwa hermeneutika adalah rasionalisasi teks, dimana seluruh teks harus disesuaikan dengan pemikiran, rasio, keperluan manusia pada setiap zaman dan masa. Sedangkan Tafsir melihat teksnya terlebih dahulu sebelum konteks, sehingga munculnya interpretasi bersandarkan kepada teks itu sendiri, bukan sebauh interpretasi yang lepas landas, tapi lepas dalam landasan.
Menyemakan hermeneutika versus Tafsir adalah sebuah kekeliruan yang sangat besar, karena perkataan Allah Swt disetarakan dengan perkataan Manusia, teks Al Quran disamakan dengan Teks Bible, pesan dewa (mitos Yunani) memiliki kedudkan yang sama dengan pesan Allah Swt (sebagai Wahyu), Hermes disamakan dengan NAbi Muhammad Saw. Dan permasalahan inilah (hermeneutika) yang menjadi wacana islam kontemporer untuk merusak Islam dan menghancurkan Al Qurana, sehingga muncul Al Quran versi Amerika, atau menjadikan hermeneutika sebagai solusi atas ‘kebuntuan’ Tafsir dalam mengahadapi tantangan Zaman dan seolah menjadi suatu yang niscaya dan menjadi sebuah pilihan (the only alternative) tanpa adanya daya kritis. Wallahu A`lam
No comments:
Post a Comment