Sunday, April 26, 2009

Islam dan Muslim Dalam Pandangan Barat

Tragedi 11 september 2001 merupakan skenarioo Barat untuk meyakinkan masyakat dunia bahwa islam yang di tuduhnya selama ini sebagai fundamentalis, ekstrimis, teroris, terbukti adanya. Islam yang anti demokrasi, hak asasi manusia (HAM), liberaslisi, modernisasi, dan tuduhan-tuduhan lainnya menjdi senjata ampuh barat untuk mendeskreditkan islam. Hal itu di sampaikan langsung oleh Josh W. Bush pada 16 september 2001 dalam pidatonya menyakatan bahwa ia merupakan kelanjutan dari perang salib yang perlu di waspadai. Maka label "penjahat" dan " teroris" adalah lebih pantas bagi meraka, kata josh Bush.

Konspirasi Barat bukanlah tidak beralasan. Beberapa alasan munculnya konspirasi itu diantaranya. Pertama, islam politik sebagai tantangan sekaligus pengahlang ruang gerak demokrasi Barat. Pijkan studi kasus revolusi Iran 1979 adalah sebuah gerakan islam politik yang menakutkan Barat. Kedua, peradaban masa depan yang di khawtirkan berada di tangan Islam. Sebagaimana hasil hipotesa tesis Samuuel P. Huntington dalam bukunya, The clahs of civilization Maka perlunya tindakan praktis untuk menghancurkan gerakan Islam secara dini. Ketiga, doktrinitas Islam yang dianggapnya bertentangan dengan logika Barat. Bahakn semenjak munculnya Islam, sudah dianggap musuh baru baru agama yahudi dan Kristen. Perang salib merupakan bukti nyata dari permusuhan itu.

Interpretasi orientalis konfrontasionalis tentang Islam: sang "musuh baru"

Sikap orientalis konfrontasionalis sangat keras terhadap Islam dan Islam politik. mereka lebih melihat bahwa Islam adalah musuh baru yang perlu di musnakan. Sikap toleransi dan demokrasi justru tidak terwujud pada pejabat elitis Barat dalam memberikan kebijakan poltik luar negerinya, khususnya kepada negara-negara Islam yang dianggapnya tidak bersahabat dan mengancam masa depana Amerika dan sekutunya. Pengambilan kebijakan para pejabat elitis Barat khusunya AS atas desakan wacana dan opini yang dibentuk oleh orientalis konfrontasionalis. Mereka senantiasa mendiskripsikan Islam dalam bentuk kejahatan kekerasan, anti demokrsi dan Barat.

Kebanyakan orientalis konfrontasionalis yang sering melabel semua aktivis Islam dengan sebutan "fundamentalis Islam" menganggap bahwa dalam prakteknya, Islam dan demokrasi itu berlawanan.

Para konfrontasionalis berpendapat "kaum fundamentalis Islam" seperti halnya totalirian komunis, sudah terlahir anti demokratis dan sangat anti Barat, dan dalam berbagai hal menjadi Barat sebagai sasaran. Sebagai contoh, Berlard Lewis dan Gilles Kepel menyimpulkan sikap fundamentalis Islam. Bahwa demokrasi liberal tidak selaras dengan fundamentalisme Islam maupun dengan Islam itu seniri.

Samuel P. Huntington dari Universitas Harvard menyatakan: tradisi-tradisi budaya yang mengakar amat dalam membatasi perkembangan demokrasi. Huntington menyinggung Bahwa Islam secara instrinsik tidak demokratis. dan lebih keras lagi Amos Perlmutter mengatakan, watak sejati Islam bukan hanya menolak demokrasi tapi sepenuhnya membenci dan memusushi seluruh budaya politik demokratis; Islam merupana sebuah gerakan revolusioner yang agresif, sama militan dan kejamnya dengan gerakan Bolshevik, Fasis dan Nazi di masa lalu;Islam tidak bisa di damaikan dengan Barat yang kristen dan sekular dan karenya Amerika serikat harus memastikan gerakan ini "dilumpuhkan sejak lahir.

Daniel Pipes terang-terngan menyatakan bahwa "Fundamentalis Islam menentang Barat lebih keras dibanding yang pernah dan sedang dilakukan komonisme. komonisme tidak sepaham dengan kebijakan-kebijakn kita, tapi tidak ada masalah dengan seluruh pandangan kita tentang dunia, termasuk cara kita berpakaian, kawin dan berdo`a. Dan lebih jauh lagi dengan menyerukan bukan hanya penghentian Islamis tapi juga penumpasan dan pembasmian. Ia menuangkannya dalam ungkapan lugas "Islam harus di perangi dan dikalahkan.”

Robert Satloff dari Washington Institute for near east policy, menganjurkan AS untuk mengambil langkah-langkah aktif guna bergabung dalam pertempuran yang dilakukan pemerintah-pemerintah timur tengah melawan kaum Islamis. AS harus selalu dalam posisi menyerang, walaupun hal ini menjadikan kita mendekati prilaku-prilaku kotor seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang penuh kebencian."bukankah, tambah Satloff, ini "perang kita juga.

Penyebaran wacana dan opini oleh kalangan orientalis konfrontasionalis Barat tentang kekejaman, kekerasan, kebodohan Islam, serta sebagai sang musuh baru membentuk cara berfikir masyarakat barat dan kebijakan politik pemerintah eksekutif AS. Sehingga tidak heran jika mendengar Islam dan Islam politik seolah hal yang memokan dan sangat menakutan. Di inggris dan di Negara-negara barat lain misalnya muncul berbagaimacam istilah seperti, Islamofobia, teroris Islam, ekstrimis Islam dan lain. Yangmnama seluruh definisi istilah yang di munculkan bermuara pada intimidasi terhadap islam dan gerakan Islam itu sendiri.

Istilah "fundamentalis Islam" misalnya mengarah kepada geraka-gerakan dan aktivis-aktivis Islam yang ingin menjalankan Syariat Islam yang benar dan murni, serta menjadikan Islam sebagai jalan hidup sekaligus dijadikan undang-undang dalam kehidupan ketatanegaraan. Adapun kelompok yang tuduhnya seperti, Hamas, Hizbullah, Al-Ikhwanul Muslimin, Jemaat Islami, dan Hizbut Tahrir Al-Islamy. Semua geraka-geraka ini dan para aktivis-aktivisnya dikleim sebagai musuh baru yang perlu diperangi dan di hancurkan sejak dini.

Islam dalam pandangan Orientalis Akomodasionis : “tantangan” baru"


Kubu orientalis akomodasinis berbeda cara pandangnya dengan orintalis konfrontasionalis yang menganggap Islam sebagai “musuh” baru. Akomodsionis lebih lebih memilih Islam hanya sebagai “tantangan” baru, bukan sebagi musuh yang harus di musnahkan dan di musuhi.

Jhon Esposito dan Leon T. Hadar dua pelopor akomodasionis berargumen bahwa, sudah terlalu sering para akademisi dan pemerintah, bahkan media menonjolkan tindakan-tindakan kelompok keras yang kecil-kecil, dan mengecilkan peran gerakan non politis maupun politis moderat. Pembentukan gambaran yang monolitik menurut Esposito, mengarah ke suatu peyederhanaan Agama yan melihat konflik-konflik politik di dunia Islam dalam ungkapan religius – yaitu sebagai pertikaian Islam keristen.

Sekilas pandangan akomodasionis ini seolah mendukung Islam dalam kompetisi perpolitikan global. Sehingga terkesan bahwa sebagian dari sikap orientalis toleran terhadap Islam Politik dan aktivis Islam. maka tidak heran banyak dari kalangan intelektual dan politiku Muslim yang terbawa arus dengan sikap orientalis yang sok akrab dengan Islam. Padahal sikap Orientalis akomodasionis yang di rekomendasikan kepada pemerintah AS tujuannya demi untuk ke langgengan dan kepentingan masa depan AS, mereka tidak ingin Amerika dan Barat bermusushan denag Islam, karena hal itu akan menghancurkan masadepan AS dan Barat itu sendiri. Sebab itu hadapi Islam politik dengan bermain cantik, tidak perlu dengan kekerasn dan permusushan.

Dalam bukunya Fawaz, Akomodsionis mengnjurkan agar AS tidak menentang hukum Islam, atau aktivitas gerakan-gerakan Islam, “jika” pergrogram tersebut tidak mengancam kepentingan vital AS.



Langkah orientalis akomodasionis dalam merekomendsikan kebijakan kepada Islam politik terkesan lembut, pelan tapi pasti. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Fawaz : “akan keliru jika kita mebayangkan akomodasionis sebagai orang-orang idealis yang radikal. Keritik mereka terhadap Wacana dominan mengenai Islam Politik lebih di dasarkan pada perhitungan serta kekhawatiran yang pragmatis dan bukannya di sebabkan kekaguman romantis atau rasa mengahargai terhadap kaum Muslimin. Pelan tapi pasti, terkikisnya tatanan politik yang berlaku membuat para akomodasionis merekomendasikan pendekatan inklusif bukan eksklusif, yang bisa mengamankan kepentingan Ameriak Serikat untuk jangka panjang. Dalam konteks ini, saran-saran kebijakan akomodsiaonis berakar dari realitas politik dan bukannya sentimentalitas. Menurut Richard Bulliet dari universitas Columbia , akomodasionis justru tidak mengabaikan politik riil, mereka tergerak untuk menjaga kepentingan nasional Amerika dan menghindari pertikain dengan Muslim.

Dalam nada serupa Esposito dan Wright berpendapat bahwa, kepentingan kepentingan Barat akan jauh lebih mudah dijaga dengan mengembil kebijakan-kebijakan kerjasama dengan pemerintah Muslim Yang bersahabat.

Orientalis akomodasionis lebih bersikap hati-hati, kekhawatiran, dan rasa takut dengan melihat realitas Islam politik yang tidak bisa di bendung lagi dengan sikap kasar dan keras. Sebab itu sikap inklusif dan sok bersahabat dengan Negara-negara Islam yang se- ide dengan Ameriak harus dirangkul dan diayomi. Sehingga tidak terkesan bahwa AS bermusuhan secara langsung dengan aktivis gerakan-gerakan Islam. Biarkan gerakan gerakan Islam poltik itu berhadapan dengan pemerintah eksekutif negara Islam itu sendiri.

Kesimpulan

Rekomendasi dari kedua kubu diatas membuat pemerintah Ekskutif AS semakin mudah mengambil kebijakan tapi terkesan ambigu dalam menghadapi Islam Politik di Negara-negar Islam. Jika Negara-negara Islam yang mau mengikuti keinginan dan sesuai dengan kepentingan Amerika seperti Mesir, Indoneisia, Arab Saudi, Afganistan, Turki, Malaysia dan lainnya. Maka AS mengikuti rekomendasi orientalis akomodasionis. Akan tetapi, jika gerakan Islam politik di negara- Negara Islam yang tidak sesuai dengan keinginan dan kebijakan politik Amerika dan sekutunya, maka rekomendasi orintalis konfrontasionalis sebagai penentu kebijakan terhadap Islam politik. Seperti yang terjadi pada Palestina, Irak, Afganistan, Iran, Syiria dan lain-lain.

Jadi apapun rekomendasi dari orientalis Barat, baik konfrontasionalis maupun akomodsionis, keduanya mengarah kepada kepentingan dan kestabilan masa depan peradaban Barat. Sekaligus permusushan terhadap islam sebagai Rival politik, ekonomi, ideology, dan peradaban masa depan.

Fawaz A. Gerges yang menilai bahwa Konfrontasionalis adalah “idealis Radikal” dan akomodasionis disebut sebagai “Idealis toleran” “lambat tapi pasti”. Tapi perlu disadari bahwa sebab munculnya rekomendasi dari kedua kubu tersebut karena kebimbangan, rasa takut, dan kekhawatiran terhadap perkembangan Islam dan gerakan Islam politik di negara yang bermayoritas Muslim.

Hal yang senada juga di ungkapkan oleh Dr. Yusuf Al qordhowi dalam bukunya A`dau Al Hally Al Islamy, bahwa anti-tesa Barat terhadap Gerakan Islam, Undanga-undang Islam, aktivis-aktivis Islam di dilumpuhkannya dengan berbagaimacam cara, baik secara konfrontatif maupun akomodatif.

MODERNISASI BARAT, RESPON KRISTEN DAN PANDANGAN ISLAM

Modernisasi Barat yang mencapai kegemilangannya pada abad 18 M setelah mengalami proses pencerahan (rinascence) dan setelah mengalami abad kebodohon (Dark ages) selama ribuan tahun (1000 thn) . kini barat mengalami perubahan yang sangat menakjubkan.
Gerakan modersnisasi yang diawali dengan filsafat mekanika ini membawa Barat kepada kehidupan baru yang lebih modern dan bertehknolgy yang dapat mempengaruhi dunia secar global, bukan saja dari sisi pembangungan material, struktur dan infastruktur tapi juga perubahan metode berfikir, gaya hidup ( life style), cara berpakaian, berpolitik, berekonomi hingga bergeser kepada cara sudut pandang serta pandangan hidup masyarakat yang merembes pada gesernya doktrinitas agama.
Perubahan-pereubahan itu pada satu sisi memberikan keuntungan kepada manusia, serta dapat menikmati fasilitas modern yang memudahkan segala urusan, namun pada sisi lain yang tidak boleh dipandang remeh adalah efek negatif dari modernisasi yang masuk pada wilayah teologi yang menjadi sebuah pemahaman modernisme yang merubah cara sudut pandang ketuhanan dan agama menurut cara sudut pandang modernis Barat.

Dari Modernisasi Ke Modernisme

Pergeseran akidah dan perubahan cara sudut pandang adalah hasil adapsi modernisasi Barat yang menggiurkan. Karena orientasi modernisasi Barat memiliki terminilogi khusus yaitu modernisasi paham Agama. Seperti yang di ungkapkan oleh Muhammad Hamid An Nashir, “yaitu sebuah sudut pandang religus yang disandari oleh keyakinan bahwa kemajuan ilmiyah dan budaya modern membawa konsekwensi reaktualisasi sebagai ajaran keagamaan tradisional mengikuti displin pemahaman filsafat ilmiyah yang tinggi.


Cara sudut pandang barat tentang agama disamakan dengan cara pandang mereka tentang filsafat yang senantiasa berubah ubah sesuai dengan perkembangan gaya berfikir dan zaman. Sehingga definisi modern yang di buat oleh barat sesuai dengan keinginanan dan orientasi mereka. Secara etimologi barat mendfinisikannya “using news style or ways of thinking” atau “ to change so that it use new equipment or new ideas”.


Definisdi diaatas memiliki makna yang komprehensif yang bukan saja berhubungan dengan perubahan gaya hidup (life style) atau perubahan alat-alat kuno menjadi modern, akan tetapi juga perubahan cara berfikir (new ways of thinking) dan perubahan cara sudut pandang (new ideas). Dari sinilah dapat kita ketahui bahwa stresing utama modrenisasi Barat adalah perubahan cara sudut pandang terhadap agama, karena historis munculnya modernisasi itu sendiri adalah penolakkan masyarakat barat terhadap Agama khususnya agama Kristen dan Yahudi, yang dianggapnya tidak menghormati akal dan ilmu pengetahuan.


Pergulatan antara gereja dengan gerakan reformasi modern melahirkan pengaruh yang sangat kuat pada agama nasrani itu sendiri sehingga menimbulkan pertarungan fisik antara pihak gereja dan pendukung modersisasi. Yang memenelan korban jiwa, berbagai penyelidikan , talah melakukan pembakaran brutal terutama sekali terhadap para tokoh pemikir dan para ulama , sekitar 18 tahun, dari tahun 1481M. pendukung gerakan modernism telah berhasil mebakar hidup-hidup 10. 220 orang dan mebantai 61.860 lainya, 970.23 lainya mereka siksa bahkan merekapun membakari kitab-kitab Taurah berbahsa ibrani.
Benturan pemikiran dan fisik yang terjadi di barat pada saat munculnya gerakan modernisasi, sebab utamanya karena kalangan modrenis menganggap bahwa gereja membekukan otoritas intelektual selain segala kebijakan gereja menjadi kebenaran absolute. Mereka menganggap bahwa agama mereka tidak memberi posisi kepada akal dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman lagi.
Tharnon Store, salah seorang penulis inggris berkata, “modernisasi sendiri adalah sebuah upaya yang di kerahkan oleh sekelompok pemikir dalam mengetengahkan realitas ajaran agama nasrani dalam modus ilmu pengetahuan modern, kita sekarang tidaklah mengenakan pakaian kakek-kakek, kita tidak berbicara dengan bahasa mereka, kita tidak percaya bahwa bumi adalah pusat orbit matahari seperti yang mereka percayai, kenapa dalam ajaran ketuhanan mengajarkan kita untuk menggunakan cara befikir yang sudah kolot, celakalah ajaran gereja yang menutup mata dan tidak mau melihat kenikmatan ilmu pengetahuan modern”.
Awal dari ketidak percayaan masayrakat Barat terhadap gereja salahsatunya adalah bermula pada problem teks bible, siapa yang menuslis bible itu (Who Wrote the bible?) sebenarnya, kemudian hubungan antara teks bible dan sains, walaupun interpretasi bible secara rigid dan litreral dengan dukungan teology sekalipun masih belum mampu menghadpi perkembangan sains yang terjadi diluar gereja. Salah satu contoh ketidakmampuan gereja mengahadapi sains adalah pernah menghukum ilmuwan seperti Galileo Galilei (1564-1642) karena mengekspos teori “ bahwa matahari adalah puasat tata suriya (heliocentric). Hal itu dilakukannya untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan gereja – yang memiliki doktrin bahwa gereja tidak pernah salah (Infallibility) karena merupakan wakil kristus dimuka Bumi.
Otoritas gereja yang tidak ilmiah ini membuat masyarakat Barat berontak, dan pada perkembambangannya gereja akur dibawa arus modernisasi barat yang mengakui elastisisitas agama dalam mengahadapi perkembangan zaman, lalu melakukan keritik terhadap ajaran Taurat dan injil dalam bingkai penelitian yang mereka sebut kritik historis.
Pendeta luis dalam bukunya, Injil Markus, Matius dan Lukas yang muncul tahun 1907 M. menyatakan, “sesungguhnnya injil dengan wujudnya sekarang mengandung banyak takhyul dan dongeng, oleh sebab itu tidak mungkin berasal dari kalimat Tuhan yang suci, termasuk ajarannya yang bersifat goib dan supra natural”.
Mengingat begitu hebatnya kontroversi teologis kiristen dan trauma barat terhadap hegemoni gereja ketika memgang eksklusivisme teologis menjadikan masyarakat barat trauma dengan agama, bukan saja dengan agama Kristen dan Yahudi yang mereka anggap irasional tapi juga kepada agama-agama yang lain termasuk Islam yang dituduhya penghalang perkembangan modernisasi.
Kondosi traumatis di dunia Barat mendesak mereka utnuk melakukan perubahan terhadap agama, seprti menempatkan Agama Kristen sebagai agama personal dan membatasi wilayah kekuasaanya, dan melakukan proses libralisasi serta merubah (dekontrusi) besar-besaran terhadapa doktrin Kristen.
Dalam bidang politik, mereka melahirkan kosep sekularisme, dalam bidang teology, mereka mengembangkan konsep teologi terbuka (inklusif) dan persamaan (pluralis), yang menolak kleim Kristen sebagai satu-satunya Agama yang benar. Dalam bidang organisasi keagamaan, mereka menghantam 'formal Religion' dan mengembangkan konsep agama sebagai aktivitas, dalam bidang kajian kitab suci, mereka mengembang metode interpretasi 'hermeneutika' yang mendekontruksi konsep bible sebagai "the words of God" dan mengembangkan metode historical criticism (kritik Historis) terhadapa Bible.
Proses modernisasi Barat adalah usaha memodernisasikan agama, mendesak agama agar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan Manusia. jadi Agama yang mesti mengikuti perubahan dan perkembangan Zaman, jika teks Agama (kitab suci) tidak sesuai dengan konteks Zaman, maka teks itu tidak perlu dipakai, bahkan melakuka dekonstruksi teks agar sesuai dengan konteks Zaman.
Bagi modernis Barat, yang tidak melakukan perubahan terhadap Agama adalah Fundamentalis, yang benci dengan modrenisasi dan perkembangan. Maka dibuatlah definisi fudamentalis sebagai 'masyarakat beragama yang benci terhadap modern'. Seperti yang didefinisikan oleh Karen Amstrong yang memandang fundamentalisme sebagai bentuk spiritualitas yang disajikan untuk melawan (embattled), yang muncul sebagai respon atas krisis yang dirasakan. Disini nampak apa yang dimaksud Karen adalah bentuk kekhawatiran bahwa modernitas akan mengikis bahkan memberangus keyakinan (relegius) dan moralitas, Adapun Bruce Lawrence dalam bukunya Defenders of God: The Fundamentalist Revolt Against the Modern Age lebih memilih untuk mendefinisikan fundamentalisme sebagai usaha penegasan otoritas keagamaan yang holistik dan absolut, yang tidak memberikan tempat bagi kritisme serta reduksi; usaha ini diekspresikan lewat tuntutan kolektif agar prinsip-prinsip ketaatan dan etika spesifik yang diambil dari teks suci secara umum dikenal dan secara legal dijalankan. Sedangkan Jeffrey K. Hadden dan Anson Shupe dalam buku mereka Secularization and Fundamentalism Reconsidered cenderung melihat fenomena fundamentalisme sebagai sebuah pernyataan terhadap otoritas yang diklaim ulang berlandaskan tradisi suci untuk digunakan sebagai (obat) penangkal bagi masyarakat yang telah menyimpang dari tambatan budayanya..

Respon Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan

Jika modernisasi Barat yang melahirkan plurislisme agama, sekularisme, dekonstruksi teks kitab suci karena traumatis masyarakat barat terhadap doktrin gereja, maka sungguh aneh jika kemudian ummat Islam ikut mengusung paham modernisme dan mencari-cari akarnya dari teologi islam.


Perkembangan sains di dunia Islam tidak seperti apa yang dialami oleh Barat, dan tidak ada dalam catatan sejarah bahwa Islam menentang sains dan ilmu pengetahuan. Islam adalah pioner sains modern. Seorang penulis yang bernama Seeger Bedhoneka berkata: `Fitrah Ilmiyah yang benar-benar Ilmiyah ini yang membuat anak-anak Gurun sahara bangkit, suatu kebangkitan ilmu yang nyata dan paling menakjubkan serta mengagumkan dalam sejarah kemajuan akal Manusia. Kepemimpinana anak-anak gurun sahara yang memblokakade bangsa-bangsa berperadaban kuno, mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki peadaban lain dalam bidangnya dan bangsa-bangsa bodoh kala itu berdiri terheran-heran melihat mu`jizat akal yang luar biasa ini bahkan mereka bingung memikirkan sebab dan bentuknya’. Lebih lanjut ia berkata : `Bangsa Eropa benar-benar berhutamg budi pada bangsa Arab dan peradaban mereka. Hutang yang melingkari leher bangsa eropa dan benua lainnya sangat besar’.


Seorang peneliti dari Jerman Ny. Dr. Zigrid Hunakeh dalam bukunya “Kebudayaan Islam di Eropa” menyiinggung berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan industri kaum Muslimin. Beliau dalam Mukaddimah bukunya menulis: `Meski dunia islam timbul di Eropa sepanjang 1400 tahun, namun berbagai informasi mengenai peradaban Islam sangat sedikit mereka peroleh bila dibandingkan dengan peradaban lainnya, meski demikian, kebanyakan informasi menganai Islam adalah salah dan ini merupakan dosa orang barat dalam penulisan sejarah, yang senantiasa mencegah menjelaskan hakikat yang benar. Para penulis sejarah kristen sengaja melakukan penyelewengan terhadap kaum Muslimin, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang besar berupa peradaban Islam nampak menjadi remeh dan tidak ada artinya sama skali. Bahkan para penulis sejarah yang baru, juga melakukan tehnik meremehkan semacam ini, sekecil apapun konspirasi yang nampak mereka tutup mulut dan membiarkan hal itu terus berlanjut’.


Jhon M. Hobson dalam bukunya, The Eastern Origin Of Western Civilization menjelaskan, bahwa pemikiran Timur sangat mempengaruhi perkembangan dan pemikiran di dunia Eropa pada masa renascence, seperti pemikiran orang-orang China,pemikiran orang-orang Islam pada masa Dinasti Ummayyah, Abbasiyah dan kerajaan Fthimiyah di Afrika utara khususnya di bidang perdagangan.
Pengakuan Ilmuwan Barat diatas membuktikan bahwa islam sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan karena memang landasan dasar wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammd sebagai pembawa risalah berperdaban adalah Ilmu pengethuan (lihat Surat al Alaq 1-5). Jadi tidak benar jika Barat menuduh Islam sebagai agama anti dengan perkembangan ilmu pengetahuan kerena tidak berdasarkan argumentasi historis yang jujur, jadi yang benar adalah Barat ingin merusak doktrinitas agama-agama khususnya Islam dengan slogan modrnisasi.

Wallahu A`lam

Bagaimana Seorang Muslim Memandang Al-Qur'an?

Al-Qur`an yang sejak lama dihujat oleh orang yang tidak percaya dengan ajaran Rasulullah, bahkan semenjak al-Qur`an dijadikan mu`jizat terakhir yang diberikan kepada Nabi Muhammad, adalah orang-orang musyrik Quraisy dan kalang munafik yang menentang otentisitas al-Qur`an semasa Rasulullah Saw.

Pada dinasti Umayyah, hujan hujatan terhadap al-Qur`an semakin tajam, adalah Leo III (1717-1741 M) Salah seorang dari kalangan Kristen, yang mengatakan bahwa al-Qur`an adalah karangan Nabi Muhammad, Johannes dari Damaskus ( ± 652-750) menghujat al-Qur`an dengan mengatakan bahwa semuanya adalah cerita bodoh, Abdul Masih al-Kindi ( ± 873 ) salah satu penganut Kristen Nestoria. Al-Kindi menyimpulkan orang yang percaya Al-Qur'an berasal dari Tuhan adalah orang yang sangat tolol, Ricoldo da Monte Croce (Ricoldus de Monte Crucis), seorang Biarawan Dominikus. Ia memandang, bahwa yang mengarang AI¬-Qur'an sekaligus membuat Islam adalah setan, Martin Luther (1483-1546) Me¬nurut Luther, Mohammed, Al-Qur'an dan orang-orang Turki semuanya adalah produksi setan.


Pada abad modern dan post modern lahir penghujat al-Qur`an dari pemikir Islam sendiri yang berasaskan pada pandangan orientalis barat. Pada abad ini al-Qur`an tidak lagi dianggap sebagai sesuatu hal yang sakral dan suci, melainkan sama seperti manuskrip-manuskrip biasa yang tidak luput dari kesalahan.


Pandangan ini berawal ketika mereka melakukan keritik terhadap teks-teks bible yang mengalami problem di dunia kristen barat. kemudian masuk ke wilayah teks Al Quar`an yang dianggap sama dengan teks bible. Mereka memandang teks Al Quran sama dengan teks bible sehingga harus di rekostruksi dengan merubah interpretasinya sesuai dengan kebutuhan manusia dan kondisi Zaman. Tokoh Orientalis yang mempelopori pemikiran ini adalah Arthur Jeffery orientalis post-Modern. Ia mengatakan: "Kita membutuhkan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk tafsir al-Quran. Pemikiran ini kemudin diusung oleh intelektual Muslim Abid Al Jabiri dalam bukunya “kritik Nalar Arab (Critique de la Raison Arabe) memandang bahwa teks apaun harus mengikuti zaman dan kebutuhan Manusia.


Nasr Hamid Abu Zaid melata orientalis modern Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (November 21, 1768 – February 12, 1834) yang menganggap bahwa al-Qur`an sama dengan kitab-kiatb lainnya. Konsep Nasr Hamid ini membawa dampak pada metode penafsiran teks al-Quran, dimana ia mengancam keras metode tafsir Ahlu Sunnah yang menempatkan hadith Nabi saw Sebagai penafsir utama ayat-ayat al-Quran. Jika Bible memiliki pengarangnya masing-masing, maka Nasr Hamid mencoba menempatkan Nabi Muhammad saw dalam posisi “seperti” pengarang al-Quran. Bagi Nasr Al-Qur`an hanya berupa teks sama seperti teks-teks kitab-kitab lain yang perlu di interpretasi dalam bentuk sosial kehidupan masyrakat.
Ali Harb dari libanon yang menganggap, bahwa tidak ada bedanya antara teks Alquran atau hadits dengan teks-teks lain, karena sama-sama berbentuk bahasa yang disusun dalam realitas yang dialogis/dialektis dengan realitas dan sama-sama berpotensi mengandung penilaian sehingga karenanya juga berpotensi menghijab nalar (kebenaran) yang tidak diungkap dalam teks tersebut. Padahal, nilai (kebenaran) yang tidak dimuat teks tersebut dikandung oleh teks lain. Sedang al-Arkoun memandang bahwa al-Qur`an perlu tafsir kritis.


Dengan fenomena diatas, penulis ingin mengajak seluruh ummat Islam untuk segera kembali kepada cara pandang Islam dan Muslim terhadap al-Qur`an sekaligus bagaimana seharusnya Ummat Islam berinteraksi dengan al-Qur`an.

Muslim dan cara pandang terhadap Al-Qur`an

Pertama. Al-Qur`an merupakan kitab Allah Swt yang terdiri dari kalimat-kalimat yang di sampaikan kepada Rausul-Nya yang terakhir. Kalimat-kalimat al-Qur`an seratus persen bersumber seluruhnya dari Allah Swt secara lafal dan ma`nanya.
Al-Qur`an telah diwahyukan kepada Nabi-Nya Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril. Hal ini disampaikan sendiri oleh Allah Swt, Seperti yang dijelaskan didalam al-Qur`an; inilah suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta di jelaskan secara terperinci yang di turunkan dari sisi Allah yang maha bijaksan lagi maha mengetahui” (QS. Hud, 1), kemudian dalam ayatNya yang lain Allah Berfirman ; Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar di beri Al Quran dari sisi Allah yang maha bijaksana lagi maha mengetahuai” (QS. an-Naml, 6) dan terdapat di dalam firmannya yang lain bahwa Al qu`ar itu memang diturunkan dari diri Allah Swt, bukan perkataan Muhammad atau Manusia apalagi di buat-buat oleh Jin “Dan kami (Allah) turunkan Al Quran itu dengan sebenar-benarnya, dan Al quran itu telah turun dengan membawa kebenaran. Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan sebagai pembawa berita gembira dan peringatan” (Qs. Al Isra`105) sebahagian Ulama berkata tantang Firman Allah “maka jika di Tanya kepadamu (Muhammad) tentang Ruh, katakankaanlah bahwa ruh itu adalah Urusan Allah” (Qs. Al Isra` 85), sesungguhnya yang di maksud dengan Ruh yang terdapat dalam Ayat diatas adalah al-Qur`an. Karena Ayat-ayat sebelum dan sesudahnya berbicara tentang al-Qur`an. Jadi tidak perlu di ragukan lagi bahwa Ruh (alquran) adalah bersuber dari Allah Swt.


Dari ayat – ayat al-Qur`an diatas dengan menggunakan cara sudut pandang kita sebagai Muslim tentu meyakini secara total seratus persen bahwa al-Qur`an merupakan kalimat-kalimat Allah Swt yang bukan rekayasa manusia atau Nabi Muhammad yang mengajarkan kitab Al Qur`an tersebut kepada manusia. Akan tetapi Al-Qur`an merupakan ruh Rabbaniyah yang menghidupkan akal pikiran dan hati, serta sebagai Dustur ilahy yang mengatur kehidupan manusia secara individu dan masyarakat.


Keyakinan seorang Muslim terhadap al-Qur`an sebagai firman Allah Swt secara Lafal dan makna, merupkan bukti dari keiman serta keyakinannya terhadap kitab Allah tersebut, dengan keyakinan itu, seorang Muslim tidak akan ragu dengan kebanaran-kebenaran yang terkandung didalamya untuk di jadikan petunjuk (hudan), undang kehidupan (dusturul Hayat), tatacara kehidupan (manhajul Hayah), serta sumber ilmu pengetahuan (Manbaul Ulûm wal ma`rifah di seluruh aktivitas kehidupan kesehariannya. Allah Swt, berfirman, "itulah kitab Al quran yang tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa". (QS. Al-Baqarah, 2)

Kedua, Al-Qur`an adalah kitab yang terjaga (mahfuz), yang dijaga sendiri oleh Allah Swt, (dari penyelewengan dan perubahan-perubahan). Allah Swt, berfirman "sesungguhnya kami telah menurunkan Al Quran dan kami pulalah yang menjaganya".(QS. Al-Hijr, 9).


Ayat diatas menunjukkan bahwa keaslian kitab al-Qur`an tidak perlu diragukan, karena penjagaan keasliannya langsung oleh Allah Swt. Penjagaan al-Qur`an tidak di serahkan kepada seseorang atau pada suatu kaum seperti halnya kitab taurat dan injil yangmana penjagaannya diserahkan kepada kaumnya. Sebagaimana firman Allah yang maknanya"…disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya".(QS. Al-Maidah, 44)
Penjagaan kitab-kitab oleh kaumnya masing-masing menyebabkan banyaknya tangan-tangan jahil yang merubah kitab-kitab tersebut dari aslinya, kemudian mereka berkata, sesungguhnya ini datangnya dari Allah, padahal itu perkataan meraka sendiri, dalam Al- qur`an Allah menjelaskan "kemudian mereka menulis dengan tangan mereka, lalu mereka berkata sesungghnya ini datangnya dari Allah Swt"
Kepalsuan kitab taurat dan injil bisa dilihat dengan banyaknya kitab-kitab injil yang muncul dan hingga saat ini orang barat sendiri masih mempertanyakan siapa yang menulis bible (Who wrote the Bible? by Richard Elliot Friedman, 1987). Perubahan interpretasi tentang biblepun senantiasa berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan keperluan manusia.

Ketiga, Al -Qur`an adalah kitab yang mengagumkan. Ia merupakan kitab mukjizat yang diberikan Allah Swt, kapada Nabi Muhammad Saw. Yang didalamnya terdapat keistimewaan yang tidak terhitung dan tidak dapat ditandingi oleh orang Arab dan lainnya.
Dr. yusuf Al Qordhowi menyebutkan syarat-syarat kekaguman Al Qur`an dibanding yang lain sebagai berikut,
Pertama, al-Qur`an adalah kitab argumentatif. Dimana al-Qur`an memiliki argumentasi bagi orang yang mengingkari Serta yang komitment terhadap kebenaran. Sebab itu Al Qur`an sebagi kitab mu`jizat menantang siapa yang mampu membuat (ayat-ayat) seperti Al Qur`an.? Tentu tidak ada yang mampu, walaupun mahkluk jin dan manusia bekoalisi untuk membuat seperti Al Quar`an maka mereka tentu tidak akan mampu.


Kedua, Kitab solutif bagi seluruh permasalahan. Sebagai contoh, orang Arab mempertahankan akidah yang mereka yakini sebelumnya. Akidah yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, tatanan kehidupan yang mereka jalani, serta cara peribadatan yang mereka lakukan. Kemudian datang ajaran al-Qur`an untuk menentang semuanya itu.
Ketiga, bersifat kompetitif. Suatu contoh, andaikata Al-Qur`an turun di Australia dalam bahasa Arab, kemudian meminta orang arab untuk menandingi al-Qur`an itu dan tidak ada seorangpun yang mampu menantangnya, Maka batallah sayarat keagungan (i`jaz) dari Al Qur`an itu, karena adanya halangan geogarfis yang cukup jauh untuk menandinginya.
Ayat-ayat Al Qur`an yang menjelaskan tentang hal-hal diatas seperti dalam firman Allah Swt,

قل لئن اجتمعت الانس والجن على ان يأتوا بمثل هذ القزان لا يأتون بمثله ولو كان بعضهم لبعض ظهيزا

Artinya "Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".( Qs. Al Isra` 88)

Artinya “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[31] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah 23-24)
Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad s.a.w.

Keempat, Al qur`an adalah Kitab yang mudah, memiliki gambaran eksplenasi yang terang dan jelas. Tidak sperti buku-buku filsafat yang memiliki penjelasan yang rumit dan teoritis. Bukan juga seperti buku-buku yang banyak menggunakan simbol-simbol yang tidal langsung kepada pokok pikiran dan inti. Dan lain-lainya. Akan tetapi Al Qur`an dapat dapat dipahami oleh akal pikiran biasa yang tidak perlu merengutkan kening untuk memahami kata-kata dan kalimat yang ada didalamnya. Hal itu karena Al Qur`an datang untuk memebrikan petunjuk kepada seluruh manuisa dengan kalimat-kalimat Allah Swt. Berbicara tentang akal dan hati, perasaan dan diri manusia. Dengannya akal mendapatkan cahaya, hati memperoleh ketenangan, fisik mendapakan energi, yang menghasilkan sinergi untuk beramal.
Allah Swt berfirman didalam Al Qur`an,

ولقد يسرنا القرآن فهل من مدكر
Artinya "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quraan untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (Qs. Al Qomar , 17)


فانما يسرناه بلسانك لعلهم يتذكرون

Artinya "Sesungguhnya Kami mudahkan Al Qur'an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran." (Qs. Al Dukhaan, 58)

انا أنزلنا قرآنا عرابيا لعلكم تعقلون

Artinya "Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya." (Qs.Yusuf, 2)

Kelima, Al-qur`an adalah kitab Agama-agama secara menyeluruh. Ia merupakan tiang dari Agama-agama, yang didalamnya terdapat hal-hal yang berhubungan dengan akiidah, undang-undang (tastyri`), Akhlak, serta kehidupan sosial dan lain-lain.
Sebab itu ketika al-Qur`an turun kepada Nabi Muhammad, al-Qur`an menyeru kepada seluruh Ahlul kitab untuk kembali kepada kalimat yang satu, Yaitu kalimat "tidak ada tuhan yang berhak disembah selaian Allah Swt. Seperti yang difirmanakan Allah Swt.

قل يا اهل الكتاب تعالوا الى كلمة سواء بيننا و بينكم الا نعبد الا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا اربابا من دون الله فان تولو فقوولوا اشهدوا بأنا مسلمون

Artinya "Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri ".
Ajakan diatas hanya terdapat didalam Al Qur`an. Karena Al qura`an turun kepada Islam, dan Islam adalah satu-satunya Agama yang diridhoi oleh Allah Swt sekaligus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana firman Allah Swt,

ان الدين عند الله الاسلام وما اختلف الذين اوتوا الكتاب الا من بعد ما جاء هم العلم بغيا بينهم (ال عمران 19)

Artinya "Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka.
Ayat ini menununjukan bahwa agama yang diridhoi oleh Allah adalh Islam yang kitab sucinya adalah al-Qur`an, bukan kitab-kitab yang lain.

penutup
pandangan seorang Muslim terhadap al-Qur`an tentu berbeda dengan pandangan orientalis Barat yang jelas tidak meyakini al-Qur`an sebagai kitab sacral dan suci.
Islam yang kitab sucinya al-Qur`an mengajarkan ummatnya untuk meyakini sepenuhnya bahwa al-Qur`an adalah kitab Allah Swt, yang cocok untuk setip zaman dan tempat, semenjak diturunkan Allah Swt, hingga hari kiamat.
Semenjak Rasulullah, para sahabat, tabiu tabiin dan para ulama salaf, tidak pernah membincangkan dan mempermasalahkan bahwa al-Qur`an harus dirubah teksnya mengikuti perkembangan zaman dan keperluan manusia. Justeru al-Qur`an yang diyakini seratus persen kalam allah swt, dan diaplikasikan dalam akativitas kehidupan mengantarkan generasi salaf dahulu kepada kejayaan dan berperadaban tinggi.


Sebaliknya, ketika al-Qur`an di marjinalkan dengan mengabaikan ajarannya, ummat islam menjadi mundur dan terbelakang dalam semua lini kehidupan. Catatan sejarah membuktikan bahwa akibat kemunduran dan jatuhnya peradaban islam karena mereka telah jauh dan meninggalkan al-Qur`an.
Generasi khalaf (belakangan) mencari solusi agar ummat Islam bagkit kembali dan menjadikan Islam sebagai peradaban global dengan mengikuti gaya Barat, merubah teks kitab sucinya agar disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia walau hal itu bertentangan dengan teks orisinil kitab yang dipegangnya.


Berbagai macam carapun dilakukan, baik dengan menghantam teks al-Qur`an itu sendiri secara langsung maupun merubah interpretasinya dengan hermeneutika gaya biblenya Kristen.


Mereka telah melupakan fakta sejarah yang mencatat bahwa titik klimak kejayaan islam dengan peradabannya yang tinggi, karena generasinya setia memegang al-Qur`an sebagai pedoman hidup, sebaliknya, kejayaan peradaban barat karena mereka meninggalkan ajaran kitab sucinya yang dianggap bermaslah.

Wallahu a`lam