Saturday, October 6, 2007

Kearangka mothode risearc ilmiyah Islamy menurut Dr. Al Dusuky :

Kearangka mothode risearc ilmiyah Islamy menurut Dr. Al Dusuky :

1. landasan utama dalam kajian ilmiyan Islami adala akidah Tauhid, keyakinan kepada wayu ilahi, yang telah disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagai sumber utama aqidah serta refrensi bagi ilmu pengetahuian manusia sebagai methode yag lengkap – fundamental – untuk keperluan manusia dengan latar belakang, geografis, zaman yang berbeda sehingga akhir kehidupan.

Landasan dasr ketuhanan dalam kajian Ilmiyah adalah moralitas sebagai manusia secara global. Dan Muslim termasuk didalamnya, baik dlam ucapan dan perbuatannya. Keyakinan dan keimanan yang tidak dicampuradukan dengan keraguan . tapi pasrah dan penyerahan sepenuhnya unatuk mendapatkan makna ibadah yang sebenarnya dan tidak mempersekutukan dena segala apapun.

Karena itu ilmu dalam pandangan islam adalah kewajiban seperti kewajibn-kewajiban yang lain dan untuk kepentingan serta kemalahatan semaksimal mungkin. Dan ilmu pengetahuan dalam pandanmgan Islam untuk kemaslahatan aqidal Islam. Serta menjunjung tinggi nilai kebenaran dan kebjikan.

Lanadasan dasar inilah ummat ummat islam akan senantiasa berpegang teguh kepada akidah yang benar, sehingga tidak berubah dengan perubahan zaman , tempat, masyrakat, dan warna kulit. Karena aqidah Islam tidak berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman dan keinginan manusi. Seperti yang terjadi di dunia Barat, dimana agama menjadi musuh bagi perkembngan ilmu pengetahuan seperti yang terjadi pada gereja pada abad pertengahan. Denga berpijak kepada kasusu gereja pada abab pertengahan itu orang barat dalam perkembngannya menganngap semua agama adalh menjadi musuh ilmu pengetahuan. Dan dari sisilah mulailah munculnya perbedaan methodoloy serta Fremawork yang digunkan dalam ilmu filsafat yang mengikuti methode gaya pemikiran Barat utnuk digunakan dalam kajian pemikiran Islam.

Padahal sebenarnya eropalha yang mengabil methode kajian ilmiyah dari inteletulis Muslim untuk dijadikan pijakan dalam methoode dalam kajian ilmiyah. Tapi mereka tidak mengambil essensi (ruh) dari landasan pemikiran Islam. Kemudian mengambil sikap nberlandskan kebencian terhadap Islam dengan menuduh bahwa agama (termasuk Islam didalamnya) bertententangan dengan ilmu pengetahuan. Padahal Islam sebagai agama yang tidak mengenal pertentangan antara agama dan ilmu. Karena ilmu adalah bagian dari agama ini (islam), dan merupakan slah satu kewajiban diantra kewajiban-kewajiban yang lain.. dan metode kajian ilmiyah dalam pandangan Islam semuanya bersumber dan berlandaskan pada wahyu Ilahi. Dimana tidak terdapat kontradiksi antara methode islamy dengan ruh dan tujuan. Begitupun dengan methode-methode yang lain.

Kontardiksi antara metode islamy didalam kajian ilmiyah dengan methoede-methode yang lain yang telah diketahui oleh manusia dari dulu hingga hari ini. Hal itu tidak menunjukan bahwa orang islam menolak pemikiran akal manusia. Akan tetapi segala perubahan pemikiran yang diperoleh melalui proses pemikiran manusia senantiasa berada dalam lanasan konsep wahyu ilahi.

2. tujuan dalam kajian ilmiyah didalam Islam adalam menonpang kestabilan akidah . serta menerangkan halal dan haram dalam hukum. Dengan itu seorang peneliti tidak bisa terlepas dari memepelajari ilmu-ilmu yang berhubungan denganya. Karena memiliki tujuan yang sama dimana salaing berkaitan serta saling mengutkan antara satu dengan yang lainnya. Dan ilmu papun tidak bisa terlepas dan bebas dari hal diatas (aqidah).

Islam sangat menolak dikotomi antara iman dan amal , serta mempelajari satu dan meninggalkan yang lain. Dalam onsep agama Islam - dlama bentuk maknanya yang khusus – adalah satu, dan tidak mungkin ilmu berdiri sendiri dalam menentukan kebenaran islam yang hakiki, dan dalam proses penerapannya.

Pnenlitian dalam konsep ilmu Islam berlandaskan pada salaing melengkapai antara satu dengan yang lainnya. Sepri kislanya seseorang yang ingin mengkaji ilmu 'Fiqih' maka dia harus mempelajari Al quran sekaligus perang-perangkat ilmu-ilmunya. Begitu juga ketika ingin mengkaji ilmu Hadist dan istilah-istilahnya, ilmu kalam dan bagian-bagiannya, semuanya dalam landasan dan sumber pikiran utama dalam menetukan methode adalan kitab Allah Swt. (alqur`an).kemudian dikuti dengan Sunnh Nabi, kemudian Ilmu kalam dan bagian-bagiannya. Hal itu dilakukan jika methode yang digunkan berhubunga dengan cabang-cabang akidak, bukan sumber aqidah., yang juga memiliki kaitan yang erat dengan fikih. Dimana memiliki yang erat hubungan antara akidah dan amal perbuatan, antar imana dan moral, tidak bermanfaat bagi Islam dari aqidah yang tidak berdiri diatasnya perkataan dan perbuatan. Atau sebalaiknya perkaytaan dan perbuatan yang tidak dilandasi dengan kebenaran iman yang tertancap didalam hati.

3. ketika Islam muncul sebagai rislah ketuhanan yang terakhir, serta mendominasi dalam kehidupan manusia . dan datang kepada manusia dengan membawa perangkat Syairat yang lengkap untuk kehidupan manusia di setiap zaman dan tempat. Pengajarannya yang berlandskan kepada moderat (menengah) sekaligus menjaga potensi yang dimiliki manusia, memberikan kemudiahan dan menghilangkan kesusahan. Yang sensntiasa menjaga untuk kepentingan serta kemaslahatan ummat. Diharapkan agar dapat menentukan hukum syar`i pada setiap fenomena yang terjadi,. Baik dari sisi perkembngan peradaban senantiasa hanya untuk mendekatkan dirinya kepad aAllah serta untuk memberi kebahagiaan kepad amanusia di dunia dan di Akhirat.

Seorang peneliti ilmu-ilmu Islam hendaklah memiliki kapebel mengetahui tujuan Syariat itu, agar dapa dijadikan landasan serta pegangan dalam methodologi risearch serta di realisasikan dalam kehidupan. Mengajak manusia kepada perubahan-perubahan serta perkembangan yang tentunya tselaras dengan dengan akidah Islam yang menjadi sumber utama dalam kajian.

Seorang peneliti sensantiasa ingat tujuan utama kajian yang dilakukannya terhdapa Islam, sehingga tidak nantinya terlepasa dari peneyelewengan-penyelewngan dari dari tujan hukum yang telah dietapkan syariat.

Inilah etika seorang muslim yang melakukan kajian ilmiyah yang berhubungan dengan Islam, melihat Islam dengan kacamata Islam, melihat fenomena, perubahan kehidupan manusia dan perubahan zaman serta perubahan apapun yang berlaku didalam kehidupan ini dalam sintesis Islam. Karena dalam pandanganya Islam adalam agama yang lengkap, yang mengatur kehidupan duni dan kehidupan Akhirat, islam tidak menentang perubahan ilmu pengetahuan, islam tidak melarang penemuan-penemuan baru dari hasil penelitian manuasia, islam tidak memboikot perkembangan akal, serta perkembangan peradaban manusia. Namu demikian islam sebagai Agama ingin mengawasi agar segala perkembangan itu berada dalam bingkai agama dan untuk kepentingan agama. Bukan malah menghujat dan memojokkan agama itu sendiri.

Para salafusholeh adalah contoh yang perlu diteladani dalam mengkaji Islam. Mereka memiliki kapebel yang perlu dijujujung tinggai. Sikap ilmiyah dan obyektivitasnya sangat di perhatiakan dalam penulisan dan meliti ilmu-ilmu dalam Islam. Hal itu karena pemahamn mereka tentang Islam sangat matang, Ijtihad yang dilakukan dalam menentukan hukum sangat jelas dan tegas dengan dalil-dalil serta argumentasi-argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Dan tujuan ijtiha yang dilakukan nya adalah utuk kemaslahatan ummat serta memudahkan bagi masyarakat. Walaupun terjadi perbedaan diantara mereka dalam mengistimbatkan suatu hukum. Hal itu terjadi karena disebabkan perbedaan tempat, waktu, bukan perbedaan dalam dalil-dalil asasi yang telah ditetapkan didalam AlQurana. Seperti Imam Syafi`i misalnya, ketika di Irak dengan Mazhab Fiqih, kemudian ketika pindah ke mesir, beliau melakukan perubahan dan pembaharuan dengan melihat kondisi sertaperbedaan yang terjadi. Kemudian mengabil methode baru dengan ijtihad baru. Tapi tidak bertentangan dengan landasan dasar dan tetap dalam bingkai Agama (Ruh Al Din), dan memahami tujuan dari hukum Syariat Islam. Begitu juga ulama-ulama yang lain seperti Imma AL ghozali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyum, bahkan ulama kontemporer seperti Yusuf Al Qordhowi, Wahbah Zuhaily, dan lain-lain.

Methode kajian ilmiyah dalam islam mensingkronkan antara yang permanen (sthabat) dan realitas (Al waqi`iyah), permanen dalam landasan dasar serta berkembanga dalam pemahaman dan ijtihad, serta dalam bentuk realisasi..

4. Hukum-hukum syariat dalam Islam tidak semuanya didapatkan dengan proses ijtihad. Karena sebagai hukum-hukum Islam telah ditetapkan secara Mutlak (qot`i) yang tidak perlu intervensi manusi untuk berijtihad. Hukum sayriat terbagi atas dua :

1. bentuk hukum yang tidak perlu kajian didalamnya, karena telah ditetapkan oleh dalil-dalail permanent (qot`i), dan tidak berubah mengikuti perkembangan zaman dan batasan teritorial. Seperti hal-hhal yang berhubungan dengan Akidah, imam kepada Allah, meyakini tentang kewujudan Allah, iman kepada Malaikat, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, Hari Akhir, dan balasan baik dan buruik bagi setipa orang. Begitu juga hukum-hukum yang hanya perlu diyakini, yang tidak perlu perdebatan didalamnya seperti, hal-hal yang telah diwajiblan dan yang diharamkan, sholat lima waktu dan jumlah rakaatnya, dan kadar Zakat, dan segala yang telah ditetapkan oleh agama secara Qot`i.

ketentuan-ketentuan Nash Syar`i yang Qot`i merupakat hukum yang yang Permanen (Sthabat) yang tidak beurbah dari zaman Rasulullah, generasi ke generasi hingga hari ini. Dan hukum yang permanen ini tidak perlu ada penelitian-penelitian serta intervensi amnusia. Manusia hanya di suruh mengerjakannya (take it or leave it).

2. hukum yang di tentukan meleluiporses ijtihad dengan akal. Akan tetapi bagi orang memiliki kapebelitas dalam itu, tidak semua orang dapat melakukaknnya.

Ayat-ayat yang perlu ijtihad adalah teks Zhonny, diaman dlam ayat belum dijelaskan secara tegas, sehingga para ulama melakukan ijtihad dengan berbagai argumentasi yang berbeda. Atau yang berhubungan dengan yang cabag-cabang (furu1yah) dari hadist-hadist Rasulullah Saw. Fenomena sosial yang belum terdapat teks al quran yang jelas tentang hal itu, sehingga pendapat para ulama yang memilki kapelitas yang mapan untuk berijtihad demi kemaslahatan masyarat dan mendapatkan hukum tentangnya.

5. jika teks Al quran yang zhonny perlu ijtihad dalam menentukan hukumnya, bukan teks qot`i (mutlak). Maka methode ini juga menujukana keterkaitan yang erat antar alam fisik dan alam metafisis. Dimana alam fisik adalah hal yang dapat dipikirkan melalui proses akal manusia, sedangkan alam metafisis (ghaib) adalah suatu urusan yang tidak dapat dijangkau dengan akal pikiran filsafat, penalaran logika manusia. Hal itu disebabkan karena akal pikiran tidakdapat menjangkau hal-hal diluar batasan dari kemampuan akal itu sendiri.

Kebebasan akal dalam mengkaji alam ghib dibatasi oleh teks-teks syariat yang telah dijelaskan Allah melalui proses wahyu. Dalam hal iini Akal bekerjasama dengan keyakinan (iman) utnuk meyakini eksplenasi-ekplenasi Alquarandan hadist tentang alam metefisis. Seperti apa yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun "ikutilah apa yang telah diperintahkan oleh syariat hal-hal yang berhubungan dengan keyakinan (keimanan) dan realisasi dari keimanan itu, maka denganya engkau akan mendapatkan kebahagiaan dan kemanfaatan, karena hal itu adalh urusan diluara kemampuan akal, dan tidak dapat dicapai dengan proses berfik. Sebab itu posisi akal hanya sebagai mizan (pertimbangan) benarnya kebenaran dan yang menentukana kebenaran itu adalah iman (keyakinan) sejati yang tidak ada dusta di dalamnya. Karena kamu (akal) tidak akan bisa menimbang urursan-urusan yenga berhubunga dengan tauhid, dan akhirat, tentang kenabian, dan sifat-sifat ketuhanan. Karena semua itu diluar batas kemampuan nya dan keinginan yang tinggi (rakus) yang mustahil dicapai"[1]

Peran akal menurut Ibnu Kahldun ini sangat terbatas dengan sifat keterbatasannya. Dalam hal ini juga imam al Ghazali memebrikan batasan-batasan yang perlu diproses melalu jalur akal manusi dan hal yang perlu diyakini (iman) dengan ayat Al Quran. Sehingga methode dan fremawork yang digunakannya itu tidak bebas dan tetap sejalan dengan syari`t Islam. Sebab itu landasan Imam Al Ghazali ketika akal manusia tidak mampu menjangkau hal-hal yang diluar akal pikiran Manusia wajib kembali kepada keyakinan dan keimanan. Sebab itu landasan dalil dalam Ilmu kalam menurut imam Al Ghazali bukan saja berasaskan pada argumentasi empiris, atau akal pikiran Manusia, akan tetapi juga berlndaskan pada tawatir, dan teks syar`I yang memang wajib diimanai dan diikuti oleh siapaun.

Menurut Imam Al Ghazali[2] bahwa makhluk yang ada ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, makhluk yang tidak diketahui Zatnya, dan tidak mungkin utnuk dipikirkan, berapa banyak makhluk yang yang ada tapi kita tidak ketuhui keberadaanya, seperti yang difimankan Allah " Dia menciptkan dan kamu tidak mengetahuinya".[3] Kemudian dalam ayatNya yang lain "maha suci Tuhan yang telah menciptkan berpasang-pasangan semuanya, baik apa yang telah ditumbuhkan dari bumi dan dari diri mereka maupuan dari apa yang tidak mereka ketahui".[4] Dan dalam firmanNya yang lain "untuk menggantikan kamu dengan orang-orang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dlam keadaan yang tidak kamu ketahui".[5] Kedua, yang dapat kita ketahui kualitas (zatnya) serta kuantitasnya, tapi belum diketahui secara terperinci dan masih memungkinkan kita untuk mengadakan penelitian untuk mengetahuinya secara mendetil. Dan ini terbagi kepada dua, pertama diketahui melalui pancaindera (wujud nyta) dan kedua tidak dapat dicapai dengan pancaindera. Dan yang tidak dapat dicapai dengan pancaindera, seperti malikat, Jin, Syaitahon, Arsy dan lain. Ruang gerak brfikir dalam hal-hal seperti ini sangat sempit dan ssedikit sekali. Dan proses berfikirnyapun melalu informasi wahyu.

Adapun hal-hal yang dapat dicapi dengan data empiris melalui pancaindera seperti, keberadaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Di langit yang dihiasi dengan bintang geminta, bulan, matahai, dan sirkulasi peredarn dari terbit hingga ia teggalamnya. Di bumi dengan gunung-gunung, sungai-sungai yang mengalir, hutan belantara, hewan dan tumbuh-tumbuhan, lautan luas dengan hempasan ombaknya yang menghiasi hamapran bumi. Dan apa yang ada diantara langit dan bumi, dengan lapisan cakrawala, mendung, embun-embun, petir, kilat,d an gemuruh guntur yang diikuti dengan curahan hujan menghidupkan kegersangan bumi.

Alam pikiran manusi akn berhenti sejenak memikirkan keajaban ciptaan yang tiada taranya ini. Siapakah yang menciptakan ini semuanya? Dan siap yang mengatur?, sehingga semuanya berjalan pada porosnya msing-masing. Tidak ada yang mendahului antara satu dengan yang lainnya.

Lihatlah jawabannya pada Qs. 3:190 jika akal belum mampu pada klimaks kesimpulan Bahwa "Allah yang mahakuasa" adalah yang menjadikan semuanya ini, dan maha suci engakau yang Allah yang telah menciptakan tanpa sia-sia.

Kemudian dalam diri manusia yang memilki keajaiban penciptakan Allah yang tidak ada taranya, struktur tubuh dari ujung jari hinnga ujung rabut, semuanya memiliki fungsi masing-masing – saling membantu dan melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Kaki berjalan tanpa meninggalkan tangan, telinga, mulut dan struktur tubuh yang lain. Bahkan jika salahsatu diantara tubuh mersa sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan kesakitan. Lalu siapakah yang menjadikan tubuh manusia berhubungan dan berkaitan antara satu dengan yang lainya..?adakah selain Allah yang mempu..? maka perhatiakanlah yang ada dalam dirimu, apakah kamu tidak berfikir (al Zariyat 21).

6. Peran Rasulullah Saw, didalam menjelaskan Agama, sebagaiman yang telah dijelaskan Allah Swt. "Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan".[6]

Penjelasan Rasulullah mencakup perkataan, pebuatan, dan ketetapannya. Mak untuk mempelajari sejarah manusia yang agung ini adalah kepentingan ilmiyah dan ilmu penegtahuan – kepentingan Akhlak dan pendidikan bagi seseorang yang ingin mengkaji tentang Islam. Karena sejarah kenabian adalah representase yang hidup dalam mengkaji Islam dan peradabannya. Dan seseorang tidak boleh seseorang yang ingin mengkaji agama ini (Islam) tanpa menggunakan dan berlandaskan kepada sejarah Rasulullah Saw.

Allah Swt menjelaskan hal itu didalam Al Qur`an.

Artinya "Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah"[7]

Suritauladan yang baik dari Rasulullah Saw. Meliputi akhlak, etika sosial, etika perang, jihad dan kesabaran, peran politik, hukum dan undang-undang. Teladan pada Seluruh aspek kehidupan manusia. Dan ianya merupakan teladan sejati yang tidak dapat dibandingkan dengan manusia-manusia yang lain.

Siafat Rasulullah Saw. Yang perlu diteladani ini tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan mempelajari sejarah kehidupan Rasullah Saw, baik perkataan, perbuatan dan segala ketetapan-ketetapannya.

Menurut Al Hakim Al Naysabury dalam bukunya "ma`rifatu ulumul Hadist" bahwa salahsatu bentuk ilmu Hadist yang ke delapan belas (menurut bentuk pembagian Ilmu hadist) yang tidak boleh dilupakan oleh siapapun yang mengkaji tentang islam adalah mengetahui keikutsertaan rasulullah dalam peperangan (Almaghazi) serta ketidakikut sertaanya dalam peperangan (saraya)sejarah perjalan hidupnya, utusan-utasan dan surat-suratnya kepada Raja-raja Kafir. Serta yang membenarkan dan meragukannya, ujian yang dihadapai oleh beberapa orang Sahabat dalam peperangan, yang tetap komitmen bersama Rasul, yang tidak konsisten dan takut menghadapi peperangan, yang tetap membela dan menolong Rasul dan yang munafik. Kemudia bagaimana Rasulullah membagi harta rampasan (Ghanimah), yang berhak mendapatkan bagian yang lebih banyak dari yang lain begitupun sebaliknya, kemudian bagaimana Rasulullah menegakkan Undang-undang (hudud) dalam kondisi berkecamuk"[8]

Kenapa Al hakim sangat menekankan pentingnya memahami peperangan dan pengaruhya dalam sejarah kehidupan yang tidak boleh dilupakan oleh seorang yang ingin mengkaji Islam? Hal itu karena Akhlaknya dalam peperangan dapat menjadi gambaran untuk mengetahui seluruh kehidupan Rasulullah baik untuk mengetahui kajian ilmu hadist maupun dalam kajian ilmiyah dalam ilmu-ilmu Islam secara menyeluruh.

Mengikuti serta menjalankan sunnah Rasulullah Swt adalah bagian dari penjagaan dan pembangunan terhadap islam dan meninggalkan sunnah-sunnahnya adalah sebab dari kerapuhan islam, Sunnah bagaikan rangkaian besi dari bangunan berdirinya istana Islam. Maka jika engkau melepaskan rangkaian dari bangunan tersebat maka tidak ubahnya seperti baguanan dari dedaunana yang rapuh.

Para ulama mendefinisikan pemahaman tentang sunnah dengan makananya yang lebih luas dimana ia merupakan gambaran kehidupan Rasullah sekaligus suritauladannya kepada kita mulai dari perbuatan dan perkataanya. Dimana seluruh aspek kehidupannya yang sungguh menakjubkan itu adalah teladan yang hidup, dan sebagai penjelas segala yang terdapat didalam Al Quran. maka tidaklah mungkin bagi kita untuk mengambil mayoritas refrensi-refrensi kecuai kepada orang yang membewa Alqura`an itu sendiri (Muhammad). Karena sesungguhnya dialah yang lebih mengetahui Al Quran itu baik dari sisi teks maupun konteks. Dan ini adalah kebenaran yang tidak bisa dibantah dengan methode ilmiyah apapun dan ianya merupakan fremawork ilmiya dalam kajian Islam.

Berpegang teguh kepadanya adalah sama dengan berpegang teguh kepada tali Allah, dan tidak mengamalkannya adalah ciri utam tidak menjalankan Al Quran, padahal al quran merupakan landasan utama dan pertama dalam pengetahuan Islam. Dan sunnah Nabi Adalah eksplenasi Al Quran untuk menjelaskan tujuan-tujuan serta maksud-maksud yang terjandung didalamnya.

Dari sinilah kita dapat mengetahui bahwa memaplajari perjalan sejarah kehidupan rasul adalah landasan dasar dan sangat penting dalam mengkaji keilmuan Islam.

7. perjalan sejarah pembangunan ilmu pengetahuan dalam kehidupan Manusia tidak berhendti padsa satu generasi. Akan tetapi senantiasa berkesinambungan antara satu generasi ke genrasi yang lain. Maka setiap generasi mestilah berpijak pada generasi sebelumnya agar dapat membangun istana itu lebih tinggi lagi. Dan tidak mungkin satu generasi melepas diri dari sejarah perjuangan genarasi sebelumnya. Karena dengan mengetahui perjalanan sejarah generasi masa silam akan membentuk rangkain kajian ilmiyah yang berkesinambungan serta dalam proses pengembangan pemikiran manusia. Hal itu disebabkan karena dalam membangun sebuah pemikiran harus dimulai dari epistemologi ilmu. Dan sangat tidak mungkin pengembangan ilmu pada generasi baru tanpa berpijak pada pemikiran generasi lama.

Dalam sejarah perjalanan ilmu pengetahuan didalam Islam para sahabat telah meletakkan sebahagian pijakan pemikiran setelah kewafatan Rasulullah Saw. Landasan pemikiran itu kemudian digunakan oleh para Tabiin untuk mengembangkan ilmu dalam islam sehingga menemukan pijakan-pijakan baru yang digunakan oleh tabiu-tabiin setelahnya, begitupun seterusnya. Didalam ilmu tafsir misalnya, sumber utama dalam penafisran Al quran adalah Al uran itu sendiri, kemudian Rasul sebagai pembawa Al Quarn yang ditugaskan Allah untuk menjelaskan Al Quran itu kepada manusia, kemudian para sahabat yang menyaksikan sendiri kehiduapan Rasul, meyaksikan turnnya wahyu Allah baik teks dan konteksnya. Seperti , Abdullah Ibnu Masud, Muaz Ibnu Jabal, Ubay Ibnu Ka`ab, Zaid Ibnu Stabit, Abu Zaid Ibnu Sakan, Abu Darda`, salim ibnu Muaqqol, Abdullah Ibnu Abbas, dan empat orang Khalifah dan sahabat-sahabat Rasul yang lainya. Kemudian diikuti oleh para Tabiin seprti, Madrasah mekkah: Saad ibn Jubir, mujahid Ibnu Jabir, Abu Abdullah akramahAl Barbary, Tuwus ibnu Kaisan Al Yamani, Atho` Ibnu Abi Ribah, kemudian madrasah Madinah, seprti, Abul Aliyah, Muhammad Ibnu Kaab Al Kurzy, Zaid Ibnu Aslam. Kemudian Madrasah Irak seperti, Al Qomah Ibnu Qais, Masruq Ibnul Ajda`, Al Aswad Ibnu Yazid, Murratul Hamdany, Amir Sya`bi, Al Hasan Basry, Kotadah. Dan lain. Kemudian diikuti para mufassir periode...............

Semua metode yang dilakukan oleh para mufassir disetiap zaman dan masa senantiasa berkeinambungan dengan generasi sebelumnya. Dan perlu diketahui oleh generasi saat ini yang mengaku dirinya sebagai ulama kontemporer atau yang menyebiut dirinya sebagi intelektual muslim, bahwa semenjak dari zaman Rasul, Sahabat, Tabiin, Dsan tabiu tabiin dalam mengakaji Islam Khususnya dalam Ilmu Al quran tidak pernah membahas dan mempermasalahkan bahwa apakah Al Quran adalah teks yang bersumber dari Allah Swt atau bukan, apakah ia perkataan Muhammad? Atau memeprsoalkan apakah Al Quran layak dijadikan Undang-undang dalam setiap generasi, masa dan Zaman atau bukan?. Sehingga menimbulkan keraguan pada Generasi-generasi baru.

Hal tiu terjadi karena mereka sangat memahami batasan-batasan ijtihad, serta etika ijtihad yang sesuai dengan landasan dasar pijakan yang telah ditetapkan olah Al Quran dan Rasulullah dan generasi-generasi sebelumnya. Disamping penguasaan mereka dalam ilmu-ilmu Al Quran sangat mendukung untuk melakukan ijtihad.

Berbeda dengan genersi-generasi setelah mereka khusunya abad modern dan era globalisasi saat ini yang bangga dengan ilmu yang secuil bahkan tidak ada apa-apanya dengan ulama-ulama salaf. Dengan ilmu yang ssecuil itu mereka dengan lagak sombong dan sok mantap menghantam dan menganggap bahwa tafsir ulama klasih tidak bisa dijadikan pijakan untuk era modern saat ini, bahkan bukan hanya itu Al quranpun mereka anggap tidak murni dari perkataan Allah Swt, akan tetapi ada yang ditambah oleh Nabi Muhammad sbagi pembawa Al Quran itu, para sahabatpun dituduhnya otoriter dalam menegakkan hukum, tidak demokrasi, cenderung fanatik dengan suku Quraysnya. Dan banyak lagi tuduhan-tuduhan yang dilontarkannya tanpa ada rasa tanggungjawab secara akademik dan ilmiyah. Hal ini karena mereka hanya mengekor pemikiran orientalis barat yang sengaja ingin mengahncurkan Islam dari tubuh Islam itu sendiri. Tapi sayang generasi pengusung pemikiran orientalis ini masih terbuai dengan mimpi indah untuk menjadi milioner yang sebenarnya akan mencapakan diri mereka sendiri kedalam neraka. Itupun kalau mereka masih percaya dengan adanya pahala dan dosa, serta adanya balasan Surga dan Neraka di Hari kiamat nanti.

Ingatlah firman Allah Swt "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu , sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui , dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin . kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan ".[9]

Dalam Ilmu hadits juga demikian, sangat tidak terlepas dengan Rasulullah serta para sahabatnya. Seperti Khalifah yang empat, abu Hurairah Aisyah, Ibnu Abbas, ibnu masud

Bukhari, muslim, Nasa`i, ibnu majah, yang telah bersusah payah mengumpulkan Hadsith dengan mengklasifikasikan antara hadist shoheh, mursal, Hasan, Maudhu` mualla`, muaddol Dahif, dan lain sehingga memudahkan bagi generasi selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antara karateristik Hadist diatas............................................................. begitu juga ilmu-ilmu yang lain dalam Islam.

Sejarah perjalanan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam telah mengalami perkembngan yang sangat pesat, bukan saja dalam bidang ilmu pengetahuan Agama, akan tetapi juga ddalam bidang dan ilmu pengetahuan yang lain seperti ilmu fisika , matematika , zology, kedokteran, filsafat dan lain-lain. Yangmana di dunia barat sendiri dalam perkembangan ilmu dan peradabannya berpijak pada pemikiran dan ilmu yang telah dibentuk oleh para Ulama dan pemikir Islam terdahulu.

Kalau ilmu umum saja mereka (barat) mengambil dan berpijak diri ilmuwan islam terdahulu, bagaiman kita sebagai seorang Muslim berpaling dan menjauh dari pengetahuan agama dan ijtihad para Ulama yang memang merasakan nikmatnya iman danIslam, memahami disiplin ilmu-ilmu agama dalam Islam, memahami Al quran secara benar, menghafal ribua Hadist, yang secara akal ilmiyah tidak akan bisa membantah dengan methode akademik apapun, kecuali kalau memang mereka sengaja ingin membenci serta menghina ulama-ulama serta pemikir Islam terdahulu.

Bagaiman mungkin serjana Muslim saat ini menghantam serta menuduh ulama muslim terdahulu rigid, stagnan, tidak sesuai dengan perkembangan Zaman, bahkan menuduh tidak adil dan mengikuti hawa nafsu, sementara kapasitas ilmu yang mereka sendiri miliki sangat minim dan sangat tidak memadai untuk bersaing dengan intelektual muslim mutaqoddimin. Cobalah ketika mereka mengusung metodology hermeneutika dalam menafsirkan Al Quran kemudian mereka mengkritik methode tafsir Imam Al Tabari, Imam Ibnu Katsir, Imam kurtubi dan lain-lain.. adakah mereka melebeihi keilmuan yang dimiliki oleh ulama-ulam diatas..? tentu sangat jauh. Atau mampukah mereka mengarang tafsier dengan methode hermeneutikanya seprti yang dikarang oleh ulama-ulam terdahulu yang jumlahnya berjilid-jilid..? tentu sangat jauh. Jangankan semua Al Quran surat Al Ihklas saja belum tentu mampu ditafsirkan dengan methede hermeneutika yang mereka agung-agungkan itu.

Dalam ilmu hadist, mereka menuduh Imam Bukhari dan Muslim tidak Stiqoh dalam menyampaikan hadist, karena keduamya tidak terlepas dari siafat manusiawi, sebab itu tidak semua hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim itu Shoheh yang perlu dijadika pijakan, bahkan william Muir orientalis asal inggris mengatakan bahwa dar 4000 hadist yang dianggap shoheh paling tidak separunya ditolak itu dari sudut sumber isnadnya, ....The Eouropean critic is complled without hesitation, to reject at list one half..[10] sedangkan dari sudut matanya tergantung keperluan kita .. "must stand or fallupon its own merit"[11]. Artinya jika matan hadist itu sesuai dengan keinginan dan kebutuhan manusia maka bisa digunakan dan jika tidak maka matan hadist itu ditolak walaupun diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim.

Tuduhan diatas ajauh sekali dari sikap Ilmiah, sebab bagaimana mungkin sudah beratus tahun lamanya para Ulama Islam mengakui kejujuran dan juhud imam Bukhari maupun Muslim dan mencari Hadis, para ulama mengakui kecerdasan Imam Bukhari, hafalan hadist Imam Bukhari. Kemudian Ulama yang bersamaan denganya dan setelahnya mengadakan kajian tentang kebenaran dan kesohehan hadist yang diriwayatkan Bukhari. Sehingga mereka mencapai pada kesimpulan pengakuan terhadap kesohehan hadist-hadist yang diriwayatkannya.

Kemudian dengan sok ilmiyah, kalangan orientalis dan beberap orang intelektual muslim yang mengekor membantah methode ilmiyah yang dilakukan oleh Imam bukhari yang di akaui oleh para ulama ratusan Tahun. Hanya dengan alasan bahwa bukhari manusiawi. Tentu alasan ini sangat subyektif tidak seperti yang mereka gaungkan harus bersika obyektif. Lalu adakah mereka melebihi keilmuan Imam Bukhari dan muslim.? Tentu tidk bisa dibandingkan.

Kembali kepada cara pandang Musli terhadap para ulam adalah sebagai "warastatul Anbiya'" Ulam senagai pewaris para Nabi. Pandangan ini menghindari seorang muslim dari tuduhan-tuduhan terhadap ulama yang ikhlas mengabdikan diri mereka kepada Agama, membela Agama Allah Ini denga harta, pemikiran, bahkan dengan Nyawa sekalipun. Mereka tidak mengharapkan harta kekayan, pujian dari manusia, tidak pula mengharapkan kata terimakasih dari kita, apalagi ahany sekedar subsidi TAF. Semuanya mereka curahkan LillahirabbilAlamin.

Sikap kita sebagai generasi Mutaakhir ini paling tidak seperti apa yang dikatakan oleh Imam Muhammad Abduh : "bagi penentut ilmu hendaklah berpijak pada generasi sebelumnya baik yang masih hidup ataupun telah meninggal, akan tetapi selayaknya mengambil dan menggunakan pengaruh pemikiran mereka jika dilihatnya itu sebagai suatu kebenaran, dan jika pemikirannya iru tidak baik ditinggal;kan seperti yang difirmankan Allah : "sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya . Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal".[12] Kalau tidak demikian maka seperti binatang, dimana perkataan baginya sangat terikat dan terbelengu, karena senantiasa dilarang oleh yang memilki pemikiran, atau sebaliknya, mengkeritik sesuka hati terhadap pemikiran Mutaqoddim tanpa pemahaman dan dalil yang mapan".[13] Atau seperti apa yang dikatakan oleh oleh seoang Faqih Dari Sufi Ahmad Zaruq (846-899 H) dalam Kawaid Tasawuf "Para ulama sangat jujur dalam mentranfer informasi, karena sikap amanahnya. Mereka memilki sikap ilmiyah dalam perkataanya, karena mereka memiliki akal yang cerdas, menjaga diri dari inkonsistensi, melihat denga mata hati, dalam mencari kebenaran, tidak kontra anta apa yang dikatakan dan yang disampaikan. Maka jika datang generasi mutaakhir yang belum mendahului mereka maka ambillah kesimpulan dari mereka untuk dijadika landasan, dan janganlah mencela mereka, su`ul adab kepada mereka, karena keadilan yang telah dibawa oleh Mutaqqidimin akan menjadi pertimbangan kebenaran jika mereka mau mendengarnya".[14]

Begitulah cara pandang ulama Mutaakhirin kepada ulam Mutaqqoddimin. Mereka sangat menghormati serta menjujung tinggi sikap, ilmu yang dimiliki oleh ulama terdahulu, mereka tidak berburuk sangka, apalagi menuduh, mengahntam dan mencela. Apalah kita ini yang masih kerdil sudah berani menuduh yang bukan-bukan yang tidak beralasan, kemana sikap tawadhu` yang telah diajarkan oleh Islam dan yang telah diaplikasikan oleh para ulama terdahulu.

Ilmu-ilmu Islam yang diwarisi oleh para Ulama terdahulu memilki karateristik ilmyah dan obyektifitas yang cukup tinggi. Hal itu disebabkan karena generasinya memilik kapabelitas ilmu penegtahuan yang mapan serta wawsan yang sangat luas. Maka semestinya kita berpijak dengan landasn pemikiran mereka, karena dalam kajian Ilmiyah mestilah berkaitan antara yang dahulu dan yang baru, sehingga kajian memiliki kesinambungan. Dan menurut Dr. Al Dusuki bahwa "berpijak pada pemikiran generasi Turast adalah suatu yang sangat penting untuk menetukan methodology dan ilmiyah seutu penelitian. Hal itu disebabkan karena hubungan antara yang silam dan yang akan datang dalam penelitian ilmu memiliki ikatan dan hubungan yang sangat erat. hubungan yang tidak bertentangan".[15]

8. Jika eorang peneliti dan alim dalam islam tidak boleh menyembunyikan ilmu yang ia miliki. Maka sebaliknya jika ia tidak menegtahui dan tidak memahami ilmu tersebut isalm mengajarkan untuk berterus terang dan jujur untuk mengakui bahwa dia bukanlah bidang dalam hal itu. Dan dengan terbuka ia mengatakan bahwa dia tidak mengetahui masalah tersebut.

Jika dalam proses penelitian tentang sesuatu ilmu dan belum menemukan hasil dalam penelitian, islam menganjurkan untuk terus mengakjinya sehingga dalam dirinya tidak memiliki keraguan sedikitpun serta merasa tenang dengan hasil kajian yang dilakukannya. Setelah ia menemukan ahasilnya maka dianjurkan untuk menyampaikannya kepada orang lain. Da jika hasil dari kajian itu ternyata salah, maka hendaklah seorang peneliti mengakui kesalahan yang telah ia dilakukan tanpa harus menutup diri. Hal itu karena ilmu dalam pandangan Islam adalah amanah yang harus disampaikannya kepada orang lain. Dan ilmu yang disampaikannya mestilah didalmnya tersimpan kebenaran sehingga tidak menjerumuskan orang lain kelembah kesesatan. Sebab itu sikap kita sebagai seorang muslim dalam hal ini ada dua, pertama, hendaklah menyampaikan ilmu yang diyakini kebenarannya kepada orang lain. Hal ini berhubungan dengan kapebelitas ilmu yang dimiliki oleh sesorang. Dalam hal ini Rasulullah bersabda "Barang siapa yang menyembunyikan ilmu........................... kedua, sikap jujur da terbuka ketika tidak mampu menjawab, mungkin karena bukan bidangnya maka hendaklah bersikap terus terang dan tidak menjelaskan yang ia tidak mampu menjelaskannya. Islam menyikapi hal yang demikian seperti yang difirmankan Allah:

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya".[16]

Ayat diatas memiliki nilai methodelogy ilmiyah yang komprehensif , meliputi hati, akal, merangkul seruluh methodologi ilmiah yang baru saja diketahui olah manusia.. dimana interaksi, konsistensi ahti senantiasa berada dalam muroqobatullah dan ianya adalah ciri khas dan keistimewaan methodologi ilmiah menurut pandangan islam. Dibandingkan dengan hanya mengandalkan akal pikiran manusia yang gersang.

Sikap diaatas adalah sangat menjujung tinggi nilai akademik, ilmiyah serta obyektifitas. Sekaligus menjaga kemurnian ilmu pengetahuan itu sendiri. Disamping karena pandangan seorang Muslim bahwa segala aktivitas ilmiyah apapun dalam kehidupan ini, akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt di akhirat kelah.

Sikap jujur dan terbuka adalh ciri orang yang tidak sombong. Bukan berarti ketika tidak mampu kemudian dianggap hina. Allah memberikan jalan keluar agar seorang muslim tidak mender dan merasa terhina ketika ia tidak menjelaskan yang tidak mampu ia jelaskan yaitu "degan bertanya kepada orang yang pakar dibidangngya" lihatlah firman Allah dalam Al Quran yang artinya "bertanyalah kepada ahlu Zikri kalau kamu tidak mengetahui".[17] Tidak perlu meras malu dan terhina, karena hal itu lebih baik dalam Islam. Daripada orang yang berbicara tentang Islam semaunya sendiri. Ketika berbicara tentang Ilmu Tafsir seolah dia pakar dibidang itu, ketika berbicara Ilmu Hadsit seakan dia mengetahui semuanya, berbicara tentang tauhid seolah dialah yang paling kompeten, padahal pemikiran serta ilmu yang disampaikannya itu bersumber dari orientalis yang memang ingin menodai sikap ilmiah dalam ilmu-ilmu Islam.

Mengakui kekurang karena keterbatasan kapebelitasn yang dimiliki dihbur oleh Allah, agar tidak menjadi beban sehingga membuat dirinya terhina dengan kekurang itu. Dalam firman Allah "Allah tidak mentaklif seseorang kecuali dengan kemampuannya".[18]

Ayat diatas bukan berarti bahwa seorang Muslim hanya bersikap Pasrah tanpa adanya usaha untuk mengadakan penelitian untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru. Karena Islam sendiri memberi motivasi khusus tentang hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan seprti dalam surat Yasin Allah berfirman: "Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan".[19]

Dan dalam firman Allah yang lain Qs.......... Qs...............

Methodologi ilmiah dalam penelitian adalah anjuran Al Quran, seperti yang dikatakan oleh Sayyid kutb "bahwa setiap goresan pena, realitas, dan setiap aktivitas sebelum mencapai pada kesimpulan, alquran sesungguhnya telah mendahului kesimpulan itu. Methodologi yang dibangun oleh Islam sangat terperinci. Dimana ketika akal dan hati menyatu dalam segala aktivitas maka tidak akan terjadi keraguan dalam aqidah,tidak ada prasangka, syubhat dalam menentukan hukum dan muamalah, serta tidak akan terjadi kedangkalan serta permis-premis ragu dalam penelitian dan kajian Ilmiyah"[20]

Abdul Barri dalam bukunya "jamiul bayanul ilmi wa fadluhu wama yambaghi fi riwayatihi wa hamlihi" dalam Bab "Ma la yalzim" jika seorang Alim ditanya sesuatu yang tidak ia tahu jawabannya, maka dianjurkan kepadanya untuk menjawab sekemampuan dan berhenti pada batasan ketidakmampuannya itu. Dan diserahkan kepad Allah. hendaklah membiasakan diri ketika berada di tengah murid atau dalam jilsahnya berkata "saya tidak tahu". Hal itu disebabkan karena jika seorang pemikir atau alim salah dalam ucapannya maka akan terjadi kerancuhan, karena jika dia ditanya sesuatu yang tidak dia ketahui jawabanya antara dia bohong dan ini adalah dosa besar, atau dengan prasangka, dan ini adalh sangat bahaya menurt pandagan Islam. Maka tidak ada yang lebih baginya selain mengakui kekuranganya, karena kalu tidak demikian maka yang tejadi adalah antar dusta dan prasangka. Maka sesungguhnya dia telah berbicar tentang Allah dan RasulNya apa yang dia tidak ketahui, maka dosa dan celakalh baginya.

Dirwayatkan bahwa ketika said Ibnu Jabir ditanya oleh sesorang, lalu dia menjawab "saya tidak tahu" kemudian dia berkata lagi "celakalah orang yang berkata "saya tahu" padahal dia tidak tahu. Kemudia diriwaytkan dari Muslim ia berkata "saya bersama ibnu Umar selama 34 bulan, banayk yang bertanya kepadanya, dan dia menjawbnya "saya tidak tahu" kemudia ia melihat ke arah saya lalu berkata "apakah kamu tahu apa yang mereka inginkan, sesungguhnya mereka menginginkan agar punggung kita di pintu nereka".[21]

Perkataan "saya tidak tahu" sesuatu yang memang dia tidak ketahuai adalah methodologi reasearch Islam yang menujukan sikap jujur, amanah, tawadhu`, berani, beradab, dan memeilki tanggungjawab Ilmiyah dalam menentuka methodoloy d zaman modern saat ini.

Landasan methodelgi islamy adalah senatiasa berhubngan dengan hati nurani, senantiasa dalam pementauan Allah Swt. Dan landasn ini tidak diketahui olehmethodologi akal yang gersang.

Rasulullah Saw, Sahabatnya danUlama salafusholeh telah memberikan contoh dalam hal ini. Lihat misaknya dalam sejarah ketika rasulullah ketika didatangi oleh malaikat Jibril untuk membawa wahyu yang pertama, dimana ketika Rasulullah Saw disuruh oleh malaikat Jibril untuk membaca, rasulullah mengakui dirinya tidak dapat mebaca dengan ucapannya "ma ana bi Qori`" (sesungguhnya aku tidak dapat mebaca), atau ketika ditanya tentang menanam pohon korma oleh sahabanya, Rasulullah menjawab "Antum A`lamu bi umuri dunyakum" (kamu lebih tahu dengan urusan dunia kalian). Kemudia lihatnlah Umar bin Khotob ketika ingin menafsirkan kalimat..... atau surat Al Fath, dia memanggil Ibnu Abbas untuk menafsirkan kalimat dan ayat tersebut.

Imam Al Ghazali sebagai contoh dalam penegmbaraan ilmiyah. Ia tidak membantah ilmu Filsafat yang berkembang dimasanya sebelum ia menekuni dunia filsafat itu selama tiga tahun. Setelah pengembaraan dan mendalaminya baru ia berani menyalahkan para filosof-filosof sebelum dan dizamanya dalam bukunya yang monumental "Attahafut alfalasifah".

Contoh yang dilakukan oleh rasulullah serta sikap sahabat dan para ulama ternyata tidak diikuti oleh beberapa para ilmuwan Muslim hari ini, mereka lebih cendrung mengikuti lagak orientalis Barat yang menurut mereka lebih ilmiyah dan objektif. Mereka lebih condong menengok kearah barat daripada ke timur, mereka lebih memilih pemahaman al qurannya GoldZiher daripada Iman Al Thobari, pemahamn hadistnya ......................... dengan imam bukhari atau Muslim, sejarah Islamnya william Muir dengan Ibnu Hisyam, Fiqihnya....................... dengan Imam Syafi`i.. filsafatny............. dengan Imam al Ghazali.

Lihatlah apa yang terjadi dengan pemiikran yang meraka usung, di indonesia institusi perguruan tinggi Islam dipupuki dengan wacana pemikiran orientalis yang menghantam syariat Islam bahkan Al Quran itu sendiri. Di belahan dunia Arab seperti Mesir, muncul seperti Nast hamid abu Zaid yang pemikiran kritik teks, abu Rayyah mengkritik hadits, hasan Hanafi dengan Islam kirinya, di libanon muncul Ali Harb,...........................................

9. mempelajari bahasa teks Al Quran secara mendalam adalam sangat penting untuk mengambil sebuah kesimpulan hukum darinya. Yang meliputi makna etimologi, nomenkaltur, tatabahasa dan perangkatnya, makna bahasa majas dalam teks dan lain-lain. Ini semua adalah prasyarat seorang yang ingin mengkaji ilmu-ilmu dalam Islam.

Bahasa Arab merupakan Prasyarat utama dalam mengkaji ilmu-ilmu Islam. Dan Al Quarn Al karim merupakan landasan dasar serta refrensi utama darsi seluruh ilmu dalam Islam. Dan Al quaran mustahil akan dipahami oleh sesorang kecuali dengan memahai bahasa Arab yang baik serta memahami peradabannya..

Imam Syatibi berkata "syariat orang arab tidak akan dapat dipahami secara mendalam kecuali dengan memahami bahasa Arab, serta mengetahi adab-adabnya. Hal itu karena didalamnya melmiliki i`jaz-ikjaz. Jika kita memahami bahasa Arab masih level pemula, maka memahami syariat Arab juga demikian, jika kita mengusai bahasa Arab level Muatawassit maka pengetahuan kita tentang Syariat Arab juga demikian. Dan jika memahami bahasa Arab dengan baik maka kitapun akan memahami Syariat Arab secara baik pula" [22]

Imam Al Ghazali berpendapat : "seorang Mujtahid dalam syariat mestilah memiliki kemampuan bahasa Arab yang memahami perc akapannya dan adat-adat kebiasaannya yang biasa digunakan sehingga jelas apa yang di ungkapkan, keindahan tatabahasa yang digunakan, yang terkandung kebenaran didalamnya, serta majas yang digunkan, mengetahui hal yang umum dan khusus, Muhkamah dan mmutsyabihah, mutlak dan muqoyyad, memahami teks dan tujuanya, serta logat dan pemahamanya".[23]

Prasyarat yang di tentukan menurut Imam Al Ghazali ini adalh pemahaman bahasa Arab yang mapan serta memahami seluruh perangkat Ilmu yang ada didalamnya secara mendalam. Pemahaman dan pendalaman terhadap bahasa Arab samapi mencukupi sehingga sesorang diperbolehkan untuk berijtihad. Hal ini penting, karena tanpa mendalami bahasa Arab yang baik dan benar akan menyebabkan sesorang menafsirkan teks Syariat sesuka hatinya, tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh ulama terdahulu. Sehingga yang terjadi adalah sesat dan menyesatkan. Munculnyasebuah sebuah hukum dari hasil ijtihad dengan melabelkan Hukum Islam, padahal sebenarnya jauh dari teks syariat yang telah ditentukan Agama.

Prasyarat yang ditentukan oleh Imam Al Ghazali dan ulama-ulam yang lain ini adalah sangat menetukan iilmiyahnya sutu peneliy\tian dalamk menentuka sebuah hukum, sebab suatu hal yang mustahil misalnaya orang yang tidak dapat membaca Al Quran dengan baik, kemudian berbicara tentang Al Qura`an, orang yang ingin menafsirkan Al Quran dengan membuang methodologi tafsir yang telah dibangaun oleh ulama, kemudian mengambil methodologi interpretasi Bible dengan gaya hermeneutika. Bagaimana mungkin akan berkaitan dan akan menghasilkan ijtihad yang memberikan huklum yang bermaslahat bagi Masyarakat. Kalau cara dan gaya yang digunakan saja tidak benar apalagi dibilang ilmiyah.

Ibnu Khaldun juga menekankan tentang pentingnya mempelajari bahasa Arab sebelum melakukan ijtiha. Bahakan Ibnu Kahldun memberika stresing utama yang mesti dikuasai adalah, dalah Bahasa, ilmu Nahwu, ilmu Al bayan, dan ilmu adab. Kemudian dia berkata "adalah suatu kemestian bagi seorang yang tekun di bidang Hukum, mengambil hukum-hukum syariat dari Al Quran dan Sunnah. Dan keduanya denga bahasa Arab. Kemudian generasi sahabat dan Tabiin Arab menjelaskan permasalahannya dengan menggunakan Bahasa Arab. Maka tidak ada pilihan lain bagi seorang yang ingin berijtihad dan ahli hukum kecuali mengusai bahasa yang berhubngan dengannya'.[24]

Dan dari syarat mempelajari bahasa Arab sehingga samapai pada titik kemapanan. Dengan mempelajari semantik dan perkembangannya. Dan biasanya makana yang di hasilkan dari ilmu semantik tidak hanya memiliki satu makna pada pada setiap generasi, serta disetiap masyarakat yang berbeda. Maka bagi seorang pemikir, alim hendaklah mengetahui terlebih dahulu ilmu semantik yang berkembang pada periode Rasulullah, kemudian sejarah perkembangan yang berlaku pada generasi setelanya, kemudian mempaelajari letak geografis yang berbeda, serta yang berhubngan dengan nomenklatur bahasa.Dengan ini sesorang tidak keliru dan salah dalam menyimpulkan da menerapkan suatu hukum.

Banyak ikhtilaf-ihtilaf yang terjadi di kalangan ulama, jika diteliti bukan perbedaan yang berhubungan dengan masalah usul (hal-hal yang mendasar) tapi kadang perbadaan dalam bentuk semantik. Sebagai contoh, Imam abu hanifah menjadikan Istihsan sebagai landasan dalam ijtihad, tapi Imam Sayfi`i menolak istihsan sebagai landasan ijtihad. dalam ungkapannya yang masyhur : barang siapa yang beritihsan sesungguhnya telah membuata Syariat Baru."

Dalam hal ini Ibnu Taimiyyah berkata dalam bukunya "raful Malaim an aimmatil A`lam" yang penulis kutip dari Buku "manhajul Bahstul Islamy[25], tentang sebab-sebab perbedaan pendapat para ulama, dimana sebab yang ke enam menyebutkanya karena seorang Alim atau pemikir tidak mengetahui ilmu semantik, hal itu karena mungkin disebabkan karena didalamnya memiliki makna yang asing sehingga menyebabkan perbedaan dalam menafsirkannya, atau mungkin juga disebabkan pemhaman bahasa sorang pemikir atau alim tidak sesuai dengan bahasa yang dimaksudkan oleh teks. Sehingga ia menyimpulkannya sesuai dengan bahsa dan kondisinya. Padahal asal bahasa itu tidak berubah. Atau mungkin disebabkan karena lafazanya saling berkaitan, atau terlalu global, antara yang sebnarnya dan dalam bentuk majas, sehingga seorang mujtahid mengambil yang lebih dekat menurt dia sendiri.

Dari pendapat para Ulama diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa dalam mengkaji teks Syariat islam memerlukan ilmu bahasa Arab, tanpa memahami bahasa Arab dan atribut-atribut didalamnya maka seseorang pemikir dan pengkaji Ilmu-ilmu Islam tidak akan mampu memberikan kesimpulan hukum yang bermaslahah bagi masyarakat. Dan mustahil akan dapat m,enafsirkan teks Syariat dengan benar.

Dalam perjalanan sejarah perkembangan pemikiran Islam mempelajari ilmu bahasa Arab memilki tujuan yang palang tinggi, dimana seorang Muslim mampu memeplajari, membaca serta memahami ayat-ayat Allah Swt, serta sunnah Rasulullah Saw. Serta mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Dan sesorang muslim tidak akan bisa mencapai pemehaman yang lebih tinggi terdapa teks Syariat kecuali memiliki kemampuan yang tinggi juga dalam memahami Bahasa Arab itu sendiri.

Ulama Mutaqqiddimin telah memeberi contoh yang baik dalam hal ini, mereka adalah pakar dalam bahasa Arab, pakar dalam mengakaji teks-teks Syariat sehingga dapat menegeluarkan hukum yang bermaslahat bagi masyarakat muslim secara mneyeluruh. Lihatlah misalnya mujtahidin di bidang Fiqih Islam seperti Imam Syafi`i, Imam abu hanifah, imam ibnu hanbal, imam malik. Memliki kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan hukum dibidang fiqih, mereka memiliki karangan-karangan yang berkualitas yang luar biasa, karangan Imam Syafi`i misalanya...................................................................... imam ibnu Hambal, ..............................

Cobalah kita bandingkan dengan karangan orientalais.......................... yang menkritik Imam Syafi`i, mengatakan Imam Syafi`i fanatik dengan Quraisynya. Adakah kreitika mereka itu memebrikan kekuatan iman dalam diri seorang Muslim atau malah meragukan akidah serta pandangan seorang Muslim trhadap para ulama dan salafusholeh..? kontribusi apa yang mereka telah berikan kepada ummat ini..? cobalah kita telaah secara kritis pemikiran yang dimunculkan oleh orientalis ini agar kita tidak semena-menena mengekori pemikiran mereka yang sebnarnya ingin menghancurkan Islam.

10. Niat yang tulus serta Ikhlas kepda Allah Swt. Niat yang ikhlas merupakan langkah awal seorang pemikir sebelum mengadakan penelitian. Tujuan ini adalah dalam rangka penjagaan terhadap ilmu-ilmu islam, yang pada hari banayak dinonadai dengan pemikiran-pemikran yang ingin menghancurkan Islam. Maka tujuan hanyan untuk Allah Swt, seluruh kekuatan daya dan upaya, pemikiran, hati nuraninya sepenuhnya untuk mencari kebenaran, dan kebenaran baginya adalah segala-galanya, kebenaran adalah nilai yang paling tinggi dalam penelitian dan tidak dapat diganti dengan meteril semahal apapun.

Imam malik berkata "hikmah dan dan ilmu adalah cahaya yang diberikan Alllah yang dikehendakinya, bukan memperbanyak teori, tapi aplikasi dari ilmu, bukan juga untuk kepentingan dunia yang sementara, tapi mengharapkan kehidupan yang abadi,, sebab itu anatar teori dan praktek harus sejalan, dan segalanya diserahkan kepada Allah"[26]

Imam bagwy berkata "salah satu syarat seorang mujtahid adalah menjauhkan diri dari mengikuti hawa nafsu dan bid`ah, bersikap Wara` (menjauhkan diri dari dosa dan maksiat), menghindari diri dari dosa-dosa besar serta menjaga diri dari dosa-dosa kecil."[27]

Imam malik dan Imam bagwy, menerangkan bahwa seorang peneliti atau mujtahid harus memiliki moral agama (al Din), karena akhlak (moral) ini akan mengarahkan sesorang dan manusia agar tidak mendikotomi antara ilmu dan amal, antara teori dan praktek, sebagaiman ia membuat seseorang berbuat dalam hal kejelkan, atau berkata tapi tidak tahu apa yan dikatankanya. Memenipulasi data dan sejarah, dan denganya tidak mejualbelikan ayat-ayat Allah dan akidahnya dengan harga yang sangat murah, tau dengan kedudukan serta kemuliaan yang sementara, serta kesombongan dan kedustaan, dan dengan juga menghindarkan diri dari hal-hal yang bathil dan menjauhkan diri dari hizib setan serta bermaksiat kepada Allah, dan dengan akhlak agama ini juga dapat menghidari diri dari sifat hipokrit, kadang memegang kebenaran, kadang memegang kebatila sesuai dengan kepentinganya tak ubahnya seperti setan yang menggoda di bumi yang mengajak manusia untuk melakukan sesusi hawa nafsunya, ia kebeingungan ketk\ika memberikan pentunjuk kepadanya, maka katakanlan sesungguhnya bahwa hidayah Allah itu adalah petunjuk yang benar dan kami hanya mengikuti petunjuk Tuhan semesta Alam"[28]

Imam syatibi berkata dalam Muqaddimah ke tujuh didalam bukunya "almuwafaqot" yang penulis nukil dari Bukunya Dr. Al Dusuki, bahwa "setiap ilmu syr`i diharapkan kepada yang mendalaminya (ilmu syariat) seluruhnya mengarah kepada peribadatan kepada Allah swt, dan bukan untuk kepentingan yang lain, jika terlihat untuk kepentingan yang laian (selain allah) maka hendaklah tidak boleh diikuti.... kemudian ia berkata dalam muqoddimahnya kedelapan, ilmu itu adalah ilmu yang sesui denga Syari`at, yang saya maksudkan (kata Imam Syatibi) adalah memuji Allah dan rasulNya secara mutlak. Ilmu yang tidak mengikuti hawa nafsunya dalam kondisi apapun, akan tetapi senantiasa dalam keterikatan sesuai dengan yang telah ditetapkan (oleh Syariat) baik secara suka rela maupun terpaksa"[29]

Panadangan Islam terhadap ilmu dan pemikiran tidak liar. Islam bukan saja menentukan tujuan dari mengakji ilmu-ilmu dalam islam akan tetapi juga memebrika methode ilmiah menurt pandangan islam agar kajainnya benar-benar memiliki nilai ilmiah dan bermaslahat bagi masyarakat islam itu sendiri. Bahakan landasan tulus serta ikhlas adalah faktor yang sangat penting dalam ajaran Islam, Islam tidak mengharapkan sesuatu apapun dari ahasil kajain dan pemikiranya kecuali mencari kebenaran yang hakiki, bermasalahat bagi masyarakat serta hanya mengharapkan ridho dari allah semata. Material, kedudukan, kehormatan dan ingin terkenal bukanlah tujuan kajin ilmu-ilmu dalam islam.

Islam juga tidak ingin seseorang berbicara tentang Islam dalam tataran teori semata, akan tetapi dijadikan realitas dalam kehidupan. Orang berbicara tentang syariat islam mestilah dia meyakini bahwa ia merupakan syariat yang terbaik dan datangnya dari Allah, dan berusaha untuk diterapkan dalam kehidupanya. Kalaupun saat ini tidak mungkin untuk diterapkan, hal itu karena penguasa dunia dan yang mendukungnya dari kalangan islam sendiri meragaukan syariat islam itu sendiri untukdijadikan landasan hukum. Tapi sebagai seorang muslim tetap meyakini, dan senantiasa dalam pandangan seorang Muslim bahwa sayriat islam adalah hukum Allah yang garus diterapkan dalam kehidupan ini.

Kayakinan ini tidak bisa dijual beli dengan meteril semahal apaun, karena hal ini berhubungan dengan keyakinan dan pandangan hidup. Apalagi hanya ingin terkenal dan ingin tampil beda tanpa melihat batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syariat. Seba itu isalam senantiasa memantau serta mengawasi segala pemikiran serta segal aktivitas seorang Muslim agar tidak kelauar dari koredor-koredor syariat yang telah ditetapkan. Lihatlah firman Allah Swt. Dalam surat Al Baqorah mengumpamakna orang yang mengganti petunjuk dengan kesesatan

Artinya, Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.[30]

Islam meperingatkan kepada Ummatnya agara senantiasa menjaga mulai dari awal aktivitas hingga tujuan dari aktivitas itu dilakukan, bahkan mulai dari niat aktivitas itu dilakukan. Hal ini karena dalam pandangan Islam mengakui bahwa seluruh organ tubuh akan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya, seperti yang difirmankan AllA Swt

Artiny; "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.[31]

Kebenaran dalam pandangan Islam sangat mahal, menjaga kemurnian ilmu penegtahuan serta tujuan penelitian dalam kacamata Islam adalah sesuatu yang telah lama dianjurkan oleh Islam, ilmiyah dan obyektifitas adalah methodologi yang telaha dibangun oleh Islam semenjak diturunkannya Al Qur`an oleh Allah SWT. kemudian kerangka-kerangka obyektifitas dan ilmiyah itu dibangun oleh para ulama salaf agar memudahkan generasi selanjutnya memahami ilmu-ilmu Islam secara benar.

Mengambil methode ilmiyah yang telah dibangun islam dalam penelitian adalah – wajib – sesui dengan keyakinan kita, dan mengakui bahwa ia merupaka suatu keharusan yang tidak bisa ditolak. Hal itu disebabkan kaena serluruh obyek riseaarch manusia dibumi ini adalah ciptaan Allah Swt. maka interaksi dengan pencipta Alam raya sebagai obyek risearch adalah adalah suatu keharusan bagi seorang peneliti dan pemikir. Sebab itu awalmula yang mesti dibangun oleh seorang peneliti menurut Dr.Muhammad Fuadi- Bast[32] pertama, keimanan kepada pencipta adalah asas untuk benar-benar memahami alamraya dan kehidupan dan ianya merupakan hasil ciptaan Allah Swt. dan iman itu juga merupakan landasan dasar pengetahuan dalam kehidpan ini. Kedua, kaitan antara ilmu dan pemikiran ilmiyah dengan membangun kesadara masyarakat untuk memahami kaitan ilmu-ilmu yang asasi dari satu sisi serta fenomena realitas hidup pada sisi lain. Sehingga keduanya terus saling berhubngan. Sehingga antara ilmu dan realitas hidup tidak saling bertentangan, antara teori dan prektek saling menyatu. Dalam sebuah pepatah mengatakan bahwa tanpa amal laksan pohon tanpa buah. Pepatah ini menggarmbarkan betapa tidak bergunanya orang yang memiliki ilmu penegtahuan tanpa mengamalkannya baik untuk amalannya yang dilakukaknannya untuk dirinya sendiri maupun yng berhubungan denga orang lain atau tanggung jawab dirinya terhadap Allah Swt.

Aplikasi dari ilmu yang ia miliki merupakan tanggung jawab atas dirinya serta tanggung jawab atas ilmu penegtahuan yang ia peroleh, sedangkan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain adalah tanggung jawab manusia sebagai masyarakata sosial dan peirntah Allah dan RasulNya untuk menyampaikan ayat-ayatnyaNya.

Didalam konsep islam ilmu merupkan amanat yang akan diperanggungjawabkan di akhirat kelak. Didalam hadist rasulullah Saw. Bahwa ada empat hal yang akan dipertnggungjawabkan dihadpan Allah swt.,. pertama, tentang umurnya kemana dihabiskan, kedua, tentang harta darimam ia dapatkan dan kemana ia belanjakan, ketiga, tentang ilmu kenama ia manfaatkan, keempat..............................



[1] Dr. Muhammad Al Dasuki, Manhajul Bahstu fi ulumil Islam, Dar al sthaqofah, doha Qatar 2003.hlm 160

[2] Dr. Al qordhowi Yusuf, Al aqlu wal ilm fil quranil karim, maktabah wahbah, kairo 1416 H/1996 M hlm 42

[3] Qs. Al Nahl ayat 7

[4] Qs. Yasin 36

[5] Qs. Al Wqiah 61

[6] . Qs. Al Nahl 44

[7]. Qs. Al Ahzab 21

[8] Dr. Muhammad Al Dasuki, Manhajul Bahstu fi ulumil Islam, Dar al sthaqofah, doha Qatar 2003.hlm 164

[9] . At Takaasthur 1 – 8

[10] Arif Syamsuddin M.A, jurnal Al Insan, no 2. vol. 1, 2005

[11] Ibid

[12] Qs. Al Zumar 17 – 18

[13] Al Dasuki. Muhammad Dr, Manhajul Bahstu fi ulumil Islam, Dar al sthaqofah, doha Qatar 2003.hlm 166

[14] Ibid

[15] Ibid 167

[16] . Al Isra` 36

[17] Qs Al Nahl 43 …………….

[18] Qs…………….

[19] Qs. Yasin 34

[20] Al Dusuki Muhammad, Dr…………….168 atau dalam tafsit zilalul Quaran

[21] Ibid…. 169 atau Muqqdimatu Fil Manhaj……

[22] Ibid 170…. Syatibi, Atau Al Muwafaqot , juz 4 hlm 60

[23] Ibid 171

[24] Ibnu Khaldun, Muqoddimah hlm1055………….

[25] Dr, Al dusuki Muhammad, Dr.. 172

[26] Ibid …….. 173

[27] Ibid………174

[28] Ibid ………174

[29] Ibid 175

[30] Qs. Albaqorah 16

[31] Qs. Yasin 65

[32] Bast Fuadi Ahmad, Dr. silsilatul Fikri Fi Al Tanwiril Ilmi, maktabah Usrah 2006 kairo, hlm 55-57