Sunday, April 26, 2009

Islam dan Muslim Dalam Pandangan Barat

Tragedi 11 september 2001 merupakan skenarioo Barat untuk meyakinkan masyakat dunia bahwa islam yang di tuduhnya selama ini sebagai fundamentalis, ekstrimis, teroris, terbukti adanya. Islam yang anti demokrasi, hak asasi manusia (HAM), liberaslisi, modernisasi, dan tuduhan-tuduhan lainnya menjdi senjata ampuh barat untuk mendeskreditkan islam. Hal itu di sampaikan langsung oleh Josh W. Bush pada 16 september 2001 dalam pidatonya menyakatan bahwa ia merupakan kelanjutan dari perang salib yang perlu di waspadai. Maka label "penjahat" dan " teroris" adalah lebih pantas bagi meraka, kata josh Bush.

Konspirasi Barat bukanlah tidak beralasan. Beberapa alasan munculnya konspirasi itu diantaranya. Pertama, islam politik sebagai tantangan sekaligus pengahlang ruang gerak demokrasi Barat. Pijkan studi kasus revolusi Iran 1979 adalah sebuah gerakan islam politik yang menakutkan Barat. Kedua, peradaban masa depan yang di khawtirkan berada di tangan Islam. Sebagaimana hasil hipotesa tesis Samuuel P. Huntington dalam bukunya, The clahs of civilization Maka perlunya tindakan praktis untuk menghancurkan gerakan Islam secara dini. Ketiga, doktrinitas Islam yang dianggapnya bertentangan dengan logika Barat. Bahakn semenjak munculnya Islam, sudah dianggap musuh baru baru agama yahudi dan Kristen. Perang salib merupakan bukti nyata dari permusuhan itu.

Interpretasi orientalis konfrontasionalis tentang Islam: sang "musuh baru"

Sikap orientalis konfrontasionalis sangat keras terhadap Islam dan Islam politik. mereka lebih melihat bahwa Islam adalah musuh baru yang perlu di musnakan. Sikap toleransi dan demokrasi justru tidak terwujud pada pejabat elitis Barat dalam memberikan kebijakan poltik luar negerinya, khususnya kepada negara-negara Islam yang dianggapnya tidak bersahabat dan mengancam masa depana Amerika dan sekutunya. Pengambilan kebijakan para pejabat elitis Barat khusunya AS atas desakan wacana dan opini yang dibentuk oleh orientalis konfrontasionalis. Mereka senantiasa mendiskripsikan Islam dalam bentuk kejahatan kekerasan, anti demokrsi dan Barat.

Kebanyakan orientalis konfrontasionalis yang sering melabel semua aktivis Islam dengan sebutan "fundamentalis Islam" menganggap bahwa dalam prakteknya, Islam dan demokrasi itu berlawanan.

Para konfrontasionalis berpendapat "kaum fundamentalis Islam" seperti halnya totalirian komunis, sudah terlahir anti demokratis dan sangat anti Barat, dan dalam berbagai hal menjadi Barat sebagai sasaran. Sebagai contoh, Berlard Lewis dan Gilles Kepel menyimpulkan sikap fundamentalis Islam. Bahwa demokrasi liberal tidak selaras dengan fundamentalisme Islam maupun dengan Islam itu seniri.

Samuel P. Huntington dari Universitas Harvard menyatakan: tradisi-tradisi budaya yang mengakar amat dalam membatasi perkembangan demokrasi. Huntington menyinggung Bahwa Islam secara instrinsik tidak demokratis. dan lebih keras lagi Amos Perlmutter mengatakan, watak sejati Islam bukan hanya menolak demokrasi tapi sepenuhnya membenci dan memusushi seluruh budaya politik demokratis; Islam merupana sebuah gerakan revolusioner yang agresif, sama militan dan kejamnya dengan gerakan Bolshevik, Fasis dan Nazi di masa lalu;Islam tidak bisa di damaikan dengan Barat yang kristen dan sekular dan karenya Amerika serikat harus memastikan gerakan ini "dilumpuhkan sejak lahir.

Daniel Pipes terang-terngan menyatakan bahwa "Fundamentalis Islam menentang Barat lebih keras dibanding yang pernah dan sedang dilakukan komonisme. komonisme tidak sepaham dengan kebijakan-kebijakn kita, tapi tidak ada masalah dengan seluruh pandangan kita tentang dunia, termasuk cara kita berpakaian, kawin dan berdo`a. Dan lebih jauh lagi dengan menyerukan bukan hanya penghentian Islamis tapi juga penumpasan dan pembasmian. Ia menuangkannya dalam ungkapan lugas "Islam harus di perangi dan dikalahkan.”

Robert Satloff dari Washington Institute for near east policy, menganjurkan AS untuk mengambil langkah-langkah aktif guna bergabung dalam pertempuran yang dilakukan pemerintah-pemerintah timur tengah melawan kaum Islamis. AS harus selalu dalam posisi menyerang, walaupun hal ini menjadikan kita mendekati prilaku-prilaku kotor seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang penuh kebencian."bukankah, tambah Satloff, ini "perang kita juga.

Penyebaran wacana dan opini oleh kalangan orientalis konfrontasionalis Barat tentang kekejaman, kekerasan, kebodohan Islam, serta sebagai sang musuh baru membentuk cara berfikir masyarakat barat dan kebijakan politik pemerintah eksekutif AS. Sehingga tidak heran jika mendengar Islam dan Islam politik seolah hal yang memokan dan sangat menakutan. Di inggris dan di Negara-negara barat lain misalnya muncul berbagaimacam istilah seperti, Islamofobia, teroris Islam, ekstrimis Islam dan lain. Yangmnama seluruh definisi istilah yang di munculkan bermuara pada intimidasi terhadap islam dan gerakan Islam itu sendiri.

Istilah "fundamentalis Islam" misalnya mengarah kepada geraka-gerakan dan aktivis-aktivis Islam yang ingin menjalankan Syariat Islam yang benar dan murni, serta menjadikan Islam sebagai jalan hidup sekaligus dijadikan undang-undang dalam kehidupan ketatanegaraan. Adapun kelompok yang tuduhnya seperti, Hamas, Hizbullah, Al-Ikhwanul Muslimin, Jemaat Islami, dan Hizbut Tahrir Al-Islamy. Semua geraka-geraka ini dan para aktivis-aktivisnya dikleim sebagai musuh baru yang perlu diperangi dan di hancurkan sejak dini.

Islam dalam pandangan Orientalis Akomodasionis : “tantangan” baru"


Kubu orientalis akomodasinis berbeda cara pandangnya dengan orintalis konfrontasionalis yang menganggap Islam sebagai “musuh” baru. Akomodsionis lebih lebih memilih Islam hanya sebagai “tantangan” baru, bukan sebagi musuh yang harus di musnahkan dan di musuhi.

Jhon Esposito dan Leon T. Hadar dua pelopor akomodasionis berargumen bahwa, sudah terlalu sering para akademisi dan pemerintah, bahkan media menonjolkan tindakan-tindakan kelompok keras yang kecil-kecil, dan mengecilkan peran gerakan non politis maupun politis moderat. Pembentukan gambaran yang monolitik menurut Esposito, mengarah ke suatu peyederhanaan Agama yan melihat konflik-konflik politik di dunia Islam dalam ungkapan religius – yaitu sebagai pertikaian Islam keristen.

Sekilas pandangan akomodasionis ini seolah mendukung Islam dalam kompetisi perpolitikan global. Sehingga terkesan bahwa sebagian dari sikap orientalis toleran terhadap Islam Politik dan aktivis Islam. maka tidak heran banyak dari kalangan intelektual dan politiku Muslim yang terbawa arus dengan sikap orientalis yang sok akrab dengan Islam. Padahal sikap Orientalis akomodasionis yang di rekomendasikan kepada pemerintah AS tujuannya demi untuk ke langgengan dan kepentingan masa depan AS, mereka tidak ingin Amerika dan Barat bermusushan denag Islam, karena hal itu akan menghancurkan masadepan AS dan Barat itu sendiri. Sebab itu hadapi Islam politik dengan bermain cantik, tidak perlu dengan kekerasn dan permusushan.

Dalam bukunya Fawaz, Akomodsionis mengnjurkan agar AS tidak menentang hukum Islam, atau aktivitas gerakan-gerakan Islam, “jika” pergrogram tersebut tidak mengancam kepentingan vital AS.



Langkah orientalis akomodasionis dalam merekomendsikan kebijakan kepada Islam politik terkesan lembut, pelan tapi pasti. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Fawaz : “akan keliru jika kita mebayangkan akomodasionis sebagai orang-orang idealis yang radikal. Keritik mereka terhadap Wacana dominan mengenai Islam Politik lebih di dasarkan pada perhitungan serta kekhawatiran yang pragmatis dan bukannya di sebabkan kekaguman romantis atau rasa mengahargai terhadap kaum Muslimin. Pelan tapi pasti, terkikisnya tatanan politik yang berlaku membuat para akomodasionis merekomendasikan pendekatan inklusif bukan eksklusif, yang bisa mengamankan kepentingan Ameriak Serikat untuk jangka panjang. Dalam konteks ini, saran-saran kebijakan akomodsiaonis berakar dari realitas politik dan bukannya sentimentalitas. Menurut Richard Bulliet dari universitas Columbia , akomodasionis justru tidak mengabaikan politik riil, mereka tergerak untuk menjaga kepentingan nasional Amerika dan menghindari pertikain dengan Muslim.

Dalam nada serupa Esposito dan Wright berpendapat bahwa, kepentingan kepentingan Barat akan jauh lebih mudah dijaga dengan mengembil kebijakan-kebijakan kerjasama dengan pemerintah Muslim Yang bersahabat.

Orientalis akomodasionis lebih bersikap hati-hati, kekhawatiran, dan rasa takut dengan melihat realitas Islam politik yang tidak bisa di bendung lagi dengan sikap kasar dan keras. Sebab itu sikap inklusif dan sok bersahabat dengan Negara-negara Islam yang se- ide dengan Ameriak harus dirangkul dan diayomi. Sehingga tidak terkesan bahwa AS bermusuhan secara langsung dengan aktivis gerakan-gerakan Islam. Biarkan gerakan gerakan Islam poltik itu berhadapan dengan pemerintah eksekutif negara Islam itu sendiri.

Kesimpulan

Rekomendasi dari kedua kubu diatas membuat pemerintah Ekskutif AS semakin mudah mengambil kebijakan tapi terkesan ambigu dalam menghadapi Islam Politik di Negara-negar Islam. Jika Negara-negara Islam yang mau mengikuti keinginan dan sesuai dengan kepentingan Amerika seperti Mesir, Indoneisia, Arab Saudi, Afganistan, Turki, Malaysia dan lainnya. Maka AS mengikuti rekomendasi orientalis akomodasionis. Akan tetapi, jika gerakan Islam politik di negara- Negara Islam yang tidak sesuai dengan keinginan dan kebijakan politik Amerika dan sekutunya, maka rekomendasi orintalis konfrontasionalis sebagai penentu kebijakan terhadap Islam politik. Seperti yang terjadi pada Palestina, Irak, Afganistan, Iran, Syiria dan lain-lain.

Jadi apapun rekomendasi dari orientalis Barat, baik konfrontasionalis maupun akomodsionis, keduanya mengarah kepada kepentingan dan kestabilan masa depan peradaban Barat. Sekaligus permusushan terhadap islam sebagai Rival politik, ekonomi, ideology, dan peradaban masa depan.

Fawaz A. Gerges yang menilai bahwa Konfrontasionalis adalah “idealis Radikal” dan akomodasionis disebut sebagai “Idealis toleran” “lambat tapi pasti”. Tapi perlu disadari bahwa sebab munculnya rekomendasi dari kedua kubu tersebut karena kebimbangan, rasa takut, dan kekhawatiran terhadap perkembangan Islam dan gerakan Islam politik di negara yang bermayoritas Muslim.

Hal yang senada juga di ungkapkan oleh Dr. Yusuf Al qordhowi dalam bukunya A`dau Al Hally Al Islamy, bahwa anti-tesa Barat terhadap Gerakan Islam, Undanga-undang Islam, aktivis-aktivis Islam di dilumpuhkannya dengan berbagaimacam cara, baik secara konfrontatif maupun akomodatif.

No comments: