Wednesday, January 19, 2011

Obyektifitas Dan Ilmiyah Dalam Pemikiran Islami (I)

Terdapat beberapa alasan pentingnya mengetahui kerangka memahami islam secara obyektif dan benar pada era globalisasi saat ini. Pertama, terbukanya masyarakat global untuk mempelajari agama-agama, dengan tujuan studi perbandingan, pengkaburan terhadap nilai-nilai agama, tujuan ekonomi, politik, bahkan juga tujuan permusushan, mencari kekurangan-kekuaranganya dengan berbagai metode untuk melumpuhkannya. Kedua, menjaga agar pemahaman tehadap Islam tetap murni dan terjaga dari pemikiran yang menyelewngkan pemahaman agama yang sebenaranya atas nama obyektivitas dan ilmiyah. Ketiga, ditengah pluralitas pemikran dan pemahaman masayarakat global tentang islam, maka perlunya mecari indentitas diri dan posisi dalam mengahdapi semua itu. Sebab jika seorang Muslim tidak memiliki sikap dan posisi terhadap Islam, maka saat itulah mulai sebuah pengkaburan (tasywih) pemahaman terhadap Islam karena adanya pengaruh-pengaruh lingkungan dan wacan pemikiran yang berkembang.
Obyektivitas dan Ilmiyah versi Barat dan Islam
Untuk memehami Islam sabagai sebuah Agama yang benar dan mengahasilkan nilai yang obyektif terhadapnya, adalah tidak terlepas dari kerangka berfikir yang berlandaskan pada epistemologi. Landasan pemikiran adalah sangat menentukan nilai obyektivitas terhadap sebuah keyakinan atau agama. Hal ini karena agama bukan saja mengajarkan hal-hal yang rasionil, pihsik, materil, tapi juga sebuah dogma, doktrinitas, metafisis, yang perlu diyakini dan dijalankan tanpa di rasionalkan. Karena jika semua kajian dan pemahaman terhadap Islam dirasionalkan dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah kajian dan pemahaman yang obyektif dan ilmiyah, maka justru metode, fremawork kajian itu tidak mengandung obyektifitas dan ilmiyah. Dengan demikian secara otomatis hasilnyapun menyimpan subyektifitas.
Jika seseorang ingin memahami agama Kristen, Budha, Hindu, Islam, maka perlunya melihat dan memahami landasan pemikiran dan pandangan hidup (Woldview) dari masing-masing agama. pandangan hidup Islam berbeda dengan pangan hidup Kristen, buda, hindu, Barat dan agama yang lainnya. Tentu akan menjadi subyektif bahkan rancuh apabila cara sudut pandang Kristen terhadap agamanya dipakai untuk memahami Islam, begitupun sebaliknya.
Barat–orientalis biasanya menilai dan memandang segala sesuatu termasuk Islam dengan berkdok akademik dan ilmiyah, hal itu juga sebagai syarat obyektivitas dalam cara sudut pandang. Padahal dalam jubah obyektivitas itu penuh dengan prasangka, sarat nilai dan segudang kepentingan, yang bersifat ekonomis maupun politis. Hal ini seperti yang di katakana oleh Dr. Musthafa Adumairi, Dosen Universitas Al-Azahar Zakazik, setidaknya ada empat motif mengapa barat-orientalis mengkaji dunia timur (islam), pertama, motif keagamaan, Barat yang pada satu sisi mewakli Kristen menganggap Islam sebagai agama yang sejak awal menentang doktrinitas-doktrinitas mereka. Kedua, motif imperialisme, setelah kekalahan perang salib, rasanya Barat tidak mampu lagi untuk menghadapi Islam dengan jajahan fisik, kemudian merubah strategi melalui penjajahan politik dan ekonomi, ketiga, motif ilmiyah, mengkaji Islam dengan berlabel akademik untuk tujuan yang sama, yaitu mencari titik kelemahan Islam untuk dimusuhinya. Diantara kajian islam yang digeluti kalangan oreintalis barat adalah,
1. Al-qu`ran. Diamana melakukan kritik terhadap Al-qur`an, dari sisi teks dan historisitasnya. Semua kajian bermuara pada keraguan terhadap otentisitas al-Qur`an sebagai wahyu Allah.
2. Kajian pada bidang Hadist. Dimana kritikan terhadap hadist dimulai dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw, kemudian Matan, sanad Hadist. Kritikan yang dilakukan semuanya mengarah kepada pandangan yang tidak obyektif, mereka menganggap bahwa hadist-hadist itu semuanya palsu dan tidak otentik karena bukan berasal dari Nabi Muhammad, dan menuduh Ummat Islam mengatakan Bahwa semua hadist itu asli dan Shoheh. Padahal Islam tidah memandang demikian.
3. Kajian orientalis spealisasi di bidang sejarah Islam. Biasanya metode yang yang digunakan adalah cendrung menghidupkan kembali konflik yang terjadi pada masa lampau, seperti konflik antara pendukung Ali RA dan Muawiyah, serta sejarah tumbuhnya aliran-aliran dalam Islam seperti, syiah, Khawrij, Sunni, yang mengarah pada perbedaan pemikiran dan Idiologi. Dari sisi spiritual melalalui pendeketan Falsafah sufistik dan pendekatan intelektual melalu pemikiran Muktazilah.
Sebagai kesimpulan dari apapun yang mereka kaji tentang Islam melalalui multi sarana, seperti Ilmiyah, obyektivitas, akademik, semuanya berhilir pada apa yang telah di catatat al-Qur`an “mereka ingin memadam cahaya Ilahi”Allah Swt, menjelaskan hal ini di dalam QS.61:8. Aktivitas ini tidak akan pernah behenti hingga ummat Islam mengikuti jalan (millah) mereka, hal ini dijelaskan Allah Swt, didalam QS.2:120.
Dr. Zaglul Najjar, pemkir Islam Mesir kontemporer dalam bukunya, al-Islam Wal Ghorb (Islam dan Barat hal. 6) sampai pada sebuah kesimpulan berdasarkan pada analisa fenamenologis, Bahwa “ realitas hubungan antara Islam dan barat senantiasa bertentangan dan menegangkan dari 14 abad yang silam, semenjak diutusnya Nabi Muhammad, hingga Sekarang bahkan sampai Hari Kiamat”. Resistensi antara Islam dan Barat menurut Dr. Yusuf Al Qordhowi dalan bukunya al-Islam wal ilmaniyah (Islam dan sekularisme) adalah bukan sekedar benturan peradaban seperti yang dikatakan oleh Samuel P. Huntington dalam Bukunya Clash Of civilization, atau benturan kepentingan seperti analisa Fawazh A. Gerges dalam bukunya, America and political Islam, akan tetapi lebih kepada benturan yang mendasar yaitu benturan persepsi (al mafahim) serta perbedaan pandanga hidup. (Lihat Dr. Yusuf Al Qordhowi, Al Islam Wal Ilmaniyah, hlm.22)
Berdasarkan argumentasi diatas dapatlah kita ketahui, bahwa tidak mungkin (mustahil) kajian barat terhadap Islam akan menghasilkan obyektivitas dan ilmiyah, Sebab untuk mendapatkan definisi dan makna islam yang sebanarnya secara obeyektif dan ilmiyah hanya dengan menggunakan Pandanngan Hidup Islami. Kajian orientalis barat terahdap Islam tidak menghubungkan Islam yang spesifik dengan prinsip yang umum dan universal. Kajian mereka tentang hal-hal yang speasifik seperti tentang sejarah al-Qur`an, etika dalam Islam, politik dalam Islam dan lain-lain tidak di kaitkan dengan makna islam sebagai suatu agama dan pandangan hidup yang memiliki prinsip dan tradisinya sendiri. Prinsip bahwa ilmu mendorong kepada iman, misalnya, tidak tercermin dalam tulisan-tulisan mereka. Ilmu-ilmu keislaman yang mereka miliki tidak mendorong para pembacanya untuk beriman kepada Allah Swt, tidak juga membuat mereka sendiri yakin dengan kebenaran Islam. lantas apa motivasi yang mendorong mereka untuk bersikap empati terhadap Islam dan ingin mempelajarinya?
Pendekatan untuk memahami Islam yang di lakukan para-orientalis adalah pendekatan filsafat (phyloshopy aproche), sehingga tidak mungkin akan menemukan obyektivitas dan ilmiyah, (yang mereka katakan ilmiyah dan obyektif). Pendekatan itu adalah, latar belakang histories, atau sejarah, pendekatan metodologis, pendekatan analitis, dan pendekatan eksistensial. pendekatan semuanya berlandaskan pada nalar filsafat. Dimana Nalar memungkinkan untuk membedakan yang baik dari yang buruk, tetapi tanpa perlu menghujat. Yang pada akhirnya menuju pada sebuah titik pemahaman “relativitas kebenaran” tidak adanya claim kebenaran (trust-clame). Selain itu methodologi yang digunkan orientalis dalam menganalisa dan mengakaji Islam beralandaskan pada pandangan hidup (worldview) yang tidak jelas dan semuanya bermula dengan keraguan (hesitancy), dimana segala sesuatu harus berdiri diatas keraguan, kemudian dengan pendekatan kritik (criticsm), dimana semuanya harus letak dalam diskursus kritis (critical discourses).
Orientalis-barat dalam mengkaji Islam biasanya selalu menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan membangun teori dan hipotesa terlebih dahulu lalu kemudian mencari dalil untuk memebenarkan dan menguatkan teori dan hipotesa yang dibangun. Hasilnya tentu akan menjadi subyektif dari perspektif Islam dan dianggap obyektif dari kacamata orientalis. Pada posisi seperti inilah seorang muslim harus memilih antara dua pandangan yang berbeda, melata obyektivitas ala orientalis ataukah memilih bahwa itu adalah subyektif menurut pemikiran Islami?
Islam memiliki pandangan hidupnya sendiri dalam memaknai dan mendefinisikan obyektivitas dan ilmiyah menurut cara pandang dan pemikiran Islami. Hal ini akan penulis jelaskan pada obyektifitas dan Ilmiah ( 2 )
Wallahu a`lam

No comments: